Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Thursday, August 26, 2010

Bagian 6 - Jalan Tergelap

Mungkin sudah bisa menebak kami ada di mana? Ya, sekarang kami berada di dalam Terowongan Batu. Di dalam gelap sekali!! Jauh lebih gelap dari gua Gunung Moon yang kumasuki sebelumnya. Bahkan cahaya dari senterku dan Sunny masih belum cukup. Aku menyiagakan Haze di luar Monster Ball-nya untuk berjaga-jaga, sementara Sunny mengeluarkan Wisper miliknya. 

Sebenarnya aku agak takut juga dengan kegelapan ini, tapi kata Misty, ini adalah jalan paling aman karena jalan lain ke Kota Lavender--melalui Kota Saffron--sudah dipenuhi oleh orang-orang berbahaya anggota Tim Roket. Tapi sesungguhnya melewati gua ini lebih menyeramkan daripada bertarung dengan Tim Roket!

Aku dan Sunny berjalan pelan-pelan, saling bergandengan. Bisa kurasakan tangan gadis itu dingin dan berkeringat. Sepertinya ia juga ketakutan. Tidak biasanya, mengingat ia yang selalu paling bersemangat.

"Hei... jangan-jangan kita nyasar lagi?" tanya Sunny cemas. Ia mengarahkan senternya ke segala arah, namun yang terlihat hanyalah bebatuan dan sekumpulan Zubat. Sesekali aku melirik ke arah peta elektronik yang kupegang. Di sini tidak ada sinyal yang biasa digunakan peta GPS itu. Mungkin memang benar kami tersesat? Misty, kau jahat sekali menyuruh kami melewati tempat ini!! kutukku dalam hati.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya kami menemukan jalan turun. Di lantai bawah, keadaannya lebih parah lagi. Udaranya pengap dan basah. Suara teriakan Pokemon terdengar di mana-mana.

"Aah!" Sunny menjerit. Sepertinya ia tersandung sesuatu dan terjatuh. "Hei, kamu nggak apa-apa?" tanyaku. Sunny hanya menggeleng. Aku mencoba menyenter ke arah benda yang disandung oleh Sunny tadi. Eh, ternyata itu Geodude! Dan dia tampak marah!

"Hati-hati!" seruku cepat. Geodude itu melemparkan batu besar ke arah kami, namun kami buru-buru menunduk. Parah sekali!! Kusenter lagi ke berbagai arah untuk mengetahui keberadaan Geodude liar itu. Tapi tiba-tiba aku melihat sesuatu yang ganjil.

"Hei! Kok Geodude itu kok aneh? Warnanya emas!" seruku. Sebongkah batu melayang dan terdengar suara sengat Haze yang menghancurkan batu itu berkeping-keping. "Itu bukannya Pokemon Shiny, ya?" tanya Sunny, yang juga mengarahkan senternya ke arah Geodude itu. Tapi sepertinya yang kami lakukan salah, karena itu malah membuatnya tambah marah!

BUGGHH!!! Bongkahan batu lainnya melayang ke arah Haze. Oh tidak! Karena tak awas, batu itu mengenai Haze dengan telak, membuatnya jatuh pingsan. Sunny yang tadinya panik jadi geram karena hal itu. "Sialan! Wisper, gunakan Energy Ball!" perintahnya. Wisper pun segera membentuk bola berwarna kehijauan dan menembakkannya ke arah Geodude. Namun si Geodude menggulung tubuhnya dan menahan serangan itu.

"Sekali lagi! Energy Ball!" seru Sunny gemas. Haze sudah kumasukkan dalam Monster Ball jadi aku hanya bisa menonton. Wisper bersiap-siap membentuk bola kehijauan lagi, tapi... BLUGHH!!! Sebuah batu yang lumayan besar melayang dengan cepatnya dan menghajar Wisper dengan telak.

"Wisper!" pekik Sunny. Ia buru-buru memasukkan Wisper yang pingsan ke dalam Pokeball-nya. Geodude ganas itu kembali melontarkan bebatuan ke segala arah, benar-benar brutal. Tapi sepertinya Sunny belum mau mengalah. "Spear! Kalahkan dia!"

Spear keluar dari Pokeball dan dengan bantuan cahaya senter kami, menghindari batu-batu yang beterbangan dan mulai mendekati Geodude. Memang agak beresiko juga menggunakan Pokemon seperti Spear untuk melawan Pokemon tipe Batu, namun apa boleh buat.

"Spear! Patuk dia!" perintah Sunny. Spear mematuknya dengan sangat cepat, tanpa ampun. Namun bukannya melemah, si Geodude malah tambah marah. Ia memukul-mukul ke segala arah, namun pukulannya selalu meleset karena Spear menghindarinya dengan gesit. "Ayo, Spear! Kalahkan dia!" seruku memberi semangat.

Namun apa yang terjadi? Tiba-tiba cahaya terang menyelubungi Geodude itu. Ia berubah bentuk menjadi Graveler! Aku dan Sunny terkejut. Spear yang kecil melawan Graveler berukuran besar! Bukan lawan yang seimbang! Namun Spear terus mematukinya tanpa berhenti.

"Spear! Awas!" seru Sunny. Oh tidak! sebuah pukulan dari Graveler mengenainya. Apakah ia masih bisa bertarung? "Spear? kau tidak apa-apa?" Sunny terdengar panik. "Lihat!" seruku. Sebuah cahaya terang muncul lagi, dan seketika, terdengar suara sayap mengepak keras, menyebabkan angin bertiup di dalam gua yang gelap dan pengap itu.

"Apakah itu..." Sunny tergagap.

"Spear berevolusi menjadi Fearow!" seruku senang. Benar juga, ketika aku mengarahkan senterku lagi, Spear benar-benar sudah berubah menjadi sesosok burung besar dengan paruh panjang. Ia bangkit, energinya telah kembali. "Sekarang, ayo serang lagi!" seru Sunny bersemangat. Secepat kilat Spear menusuk-nusukkan paruhnya yang tajam dan kuat ke arah Graveler.

Graveler tampak kewalahan karena serangan beruntun itu. Ia pasti kalah, pikirku. Tapi tampaknya ia belum menyerah.Graveler terus menghujani Spear dengan pukulan, namun jarang ada yang kena. Kini Graveler terdesak hingga di pojok gua. Tiba-tiba ia menggetarkan tanah dengan kekuatannya. "Magnitude! Berlindung!" seruku pada Sunny. Tiba-tiba sebuah stalaktit runtuh dan menimpa Spear!

"Spear!!!" pekik Sunny. Kuarahkan senterku. Sepertinya Spear tidak tumbang, namun jelas runtuhan stalaktit yang mengenainya tadi membuatnya kesakitan. Yang terkena batu sayapnya pula. Habis sudah, pikirku.

Namun tiba-tiba, BUGGH!!! Sesuatu menghantam Graveler tadi dengan keras sekali, sampai-sampai ia terpental ke seberang ruangan.

"Siapa itu?!" tanyaku was-was. Sunny buru-buru memasukkan Spear ke dalam Pokeball-nya. Tanah bergetar pelan dan terdengar suara berderak. Kuarahkan senterku ke arah suara tersebut.

"Onix...?" gumamku tak percaya. Di hadapan kami, berdiri Onix setinggi 3 meter! Pantas saja Graveler tadi langsung K.O.! Dengan takut-takut, aku mendekatinya. "Onix, kami tersesat. Maukah kau mengantarkan kami ke pintu keluar?" pintaku. Tak disangka, Onix itu mengangguk-angguk gembira dan mengisyaratkan kami untuk naik ke atas punggungnya.

Tidak berapa lama, akhirnya kami berhasil keluar dari gua. Segarnya... Aku mengecek jam di PokeGear-ku. Rupanya sudah hampir 5 jam kami berada di dalam gua. "Terimakasih banyak, Onix!" seru kami pada Onix yang sudah kembali berjalan ke dalam terowongan. Aah, aku tidak mau lagi masuk ke dalam sana! batinku.

Kami berlari ke Pokemon Center Kota Lavender secepat mungkin dan meminta untuk menyembuhkan Pokemon kami. Setelah selesai, kami segera memesan kamar.

"Fuuh, tadi itu melelahkan sekali ya," desah Sunny. "Tapi aku senang Spear berevolusi!"

"Yeah, sebenarnya aku juga sangat ingin menangkap Graveler itu!" sahutku. "Pasti kakakku iri. Soalnya ia kan sangat menginginkan Pokemon Shiny."

Tiba-tiba terdengar teriakan dari luar. Kami buru-buru melihat melalui jendela. Oh Tidak! Itu Tim Roket lagi!!! Aku buru-buru keluar dari Pokemon Center, diikuti oleh Sunny. "Ada apa ini?" tanyaku pada seseorang yang lewat. "Selamatkan Pokemon kalian, atau Tim Roket akan mengambilnya!" serunya panik. Aku dan Sunny saling pandang, bingung. Tiba-tiba, dari sudut kota, kami mendengar suara raungan Pokemon.

Kami buru-buru menuju asal suara itu. Seorang Trainer--pria paruh baya--dengan Rhydon-nya sedang melawan Marowak yang bersimbah darah! Mengerikan sekali!!! Di belakang Marowak itu, seekor Cubone sedang bersembunyi. Sepertinya itu anaknya...

"Hei! Apa yang kau lakukan!" hardikku. Namun terlambat! Rhydon itu menyerang Marowak itu dengan telak. Ia terkapar di tanah. Oh tidak! Dia... tidak apa-apa, kan? Sementara itu pria paruh baya itu memasukkan lagi Pokemonnya ke dalam Pokeball.

"Apa yang kau lakukan?!" geram Sunny. Pria itu hanya tertawa dan segera berlalu, pergi bersama dengan anggota Tim Roket lainnya.

Kami hendak mengejarnya, tapi seorang kakek tiba-tiba menghentikan kami. "Percuma mengejarnya! Dia sudah pergi," ujarnya pelan. Aku hendak membantah, namun kuurungkan niatku.

"Uhm, apakah Marowak itu baik-baik saja?" tanya Sunny takut-takut saat Pak Fuji--nama kakek itu--memeriksanya. Lama beliau terdiam. Cubone kecil yang ketakutan itu kudekap erat-erat. Seluruh badannya bergetar hebat.

Pak Fuji menggeleng sedih. "Dia... tidak bisa diselamatkan lagi."

Aku dan Sunny tersentak. Marowak itu...mati? Tidak bisa dipercaya...

***

Malam itu juga, kami mengadakan pemakaman untuk para Pokemon. Ternyata tidak hanya si Marowak, tapi beberapa Trainer lain juga kehilangan Pokemonnya. Sungguh, Tim Roket sungguh jahat!! kutukku dalam hati.

"Kenapa sih, mereka melakukan hal sekejam ini?" tanya Sunny. Matanya sembap menahan tangis. Aku sendiri hanya bisa terdiam, begitu juga dengan Pak Fuji.

Pak Fuji mengundang kami ke rumahnya. Rupanya di sana ia memelihara beberapa Pokemon yang masih kecil. "Dulunya di sini pernah ada wabah yang menyerang Pokemon, dan untuk mengenang para Pokemon itu, kami warga kota Lavender mendirikan Menara Pokemon, untuk mengenang arwah para Pokemon," katanya lirih.

"Kira-kira Tim Roket itu lari ke mana?" tanyaku.

Pak Fuji mengelus-elus jenggotnya yang panjang. "Mungkin... Kota Saffron... mereka mendirikan markas mereka di sana," ujarnya. "Tapi mereka menjaga ketat kota itu. Mustahil bisa masuk ke sana," tambahnya.

"Apa polisi tidak melakukan apa-apa?" tanyaku lagi. "Mereka terlalu banyak, dan bos mereka--Giovanni, yang kau lihat tadi itu--sangat kuat, tak ada yang berani melawannya."

Sunny terlihat sedih sekaligus marah, tangannya mengepal. Sementara itu, Cubone kecil yang sedari tadi berada di pelukanku tertidur dengan pulas. Aku ingin melakukan sesuatu untuknya, tapi bisakah aku?

No comments:

Post a Comment