Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Saturday, April 23, 2011

Bagian 37 - Teman?

Baru saja aku berusaha berdiri, Rift sudah menyerangku lagi dengan tembakan airnya. “Waaah!!!” seruku kaget ketika pagar besi karatan yang melingkari dek patah dan aku terdorong jatuh dari kapal. Aku panik luar biasa. Tapi, hup! Untung saja aku masih sempat berpegangan di mulut dek, kalau tidak, bisa-bisa aku jatuh dan tenggelam ke dalam laut. Dengan susah payah aku memanjat kembali ke atas kapal. “Rift! Ini aku, Luna! Kau tidak mengenaliku?” tanyaku. Napasku memburu.

Rift hanya diam. Matanya kosong dan menerawang. Reef berteriak tak sabar. “Hei, apa yang kau lakukan, Marshtomp-Bayangan? Aku belum menyuruhmu untuk berhenti! Serang sampai dia terlempar ke laut!” serunya gusar. Tapi Rift tetap diam.

“Rift! Kau masih ingat aku, kan?” seruku putus asa. Aku hendak bangkit berdiri, tapi sialnya lantai yang licin membuatku jatuh terjerembab. Langsung saja rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhku. “Urgh!” geramku. Mataku mulai terasa panas. Hari ini aku sial sekali, sih?

Reef tertawa keras. “A-haha! Kau menyedihkan sekali!” ujarnya. Aku berusaha keras berdiri lagi tanpa mempedulikan kata-katanya. “Apa kau benar seorang Pelatih Pokemon? Masa Pokemon-mu sendiri tidak mau menurut padamu!” kata-kata Reef menohok tanpa ampun.

Bagian 36 - Pokemon Bayangan

Hegh! Apa dia bilang tadi? Melenyapkan... AKU? Aku terbelalak kaget. Darimana ia tahu soal aku? Apa mereka sudah mengetahui kalau akulah yang menangkap salah satu anggota mereka? Kalau itu benar, mungkin tebakanku soal mereka mencuci otak pria yang kutangkap itu benar.

Pak Briney juga kaget. “Apa maksudmu ingin melenyapkannya?” tanyanya gusar. “Tidak ada yang boleh membuat masalah di atas kapalku ini! Peeko, Tembakan Air!”

BRUSSHH! Peeko menembakkan air dari paruhnya, tapi Vaporeon milik laki-laki itu dengan sigap melindungi pemiliknya. Dan anehnya, Vaporeon itu sama sekali tidak tampak kesakitan. Malah sepertinya ia senang disiram dengan air. “A-haha! Kemampuan Penyerap Air milik Vaporeon memang bagus sekali, bukan?” seru laki-laki itu senang.

Saturday, April 9, 2011

Bagian 35 - Sebuah Misi

Keesokan harinya...

Aku sedang duduk-duduk membaca buku pemberian Spenser di salah satu bangku di taman rumah sakit ketika seseorang menepuk pundakku. “Hei, Steven!”

Yang disapa hanya tersenyum. “Kenapa ada di sini? Menunggu siapa?” tanyanya ramah seperti biasa. “Kau tentu saja! Apa kakimu sudah baikan?” aku balas bertanya. Kemarin, sekeluarnya kami dari gua, aku memang mengantarkan Steven ke rumah sakit karena ternyata kakinya cedera karena terkena runtuhan batu. Pihak rumah sakit menyuruhnya untuk menginap di sana selama semalam. “Cuma hal kecil, tak masalah.”

Bagian 34 - Pertemuan Kedua

Paginya kami sampai di Kota Dewford. Awalnya aku tak ingin membuang-buang waktu untuk menantang Gym kota tersebut, tapi sayangnya ketika kudatangi, Gym itu tutup! Pengurus Gym bilang kalau Brawly, sang Ketua Gym, sedang pergi berlatih di Gunung Mortar yang terletak di wilayah Johto.

Mau tak mau aku pun harus mengurungkan niatku menantang Gym itu. Aku, Moe, Sora dan Rift pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar sana. Cukup lama kami berjalan sampai akhirnya kami memasuki sebuah gua. Di mulut gua terdapat papan nama yang sudah usang, tulisannya: “Gua Granit”.

“Uuuh...” aku bergumam tak karuan. Sebenarnya, semenjak insiden di Gua Cerulean, aku agak takut kalau masuk gua. Kemudian kupandang satu persatu Pokemonku. “Mau masuk?”

Sunday, April 3, 2011

Bagian 33 - Hujan Meteor


Di kantor Ranger Kota Rustboro, tanpa sepengetahuanku...

Malam itu, suasana Kota Rustboro begitu lengang. Tak terkecuali di dalam sebuah gedung bertingkat tiga yang terhitung sederhana di sudut kota. Di depan pintu masuk utamanya, terpampang jelas sebuah tulisan besar: “Ranger Union Cabang Rustboro”.

Bagian dalam gedung itu tak kalah lengang. Lampu-lampu telah dipadamkan, seluruh ruangan telah kosong karena para pegawai sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Namun, di tempat yang seharusnya sudah tidak ada orang itu, terlihat seorang gadis usia belasan akhir dengan rambut sebahu yang berkilau keperakan seperti salju. Bola matanya yang berwarna biru es lekat menatap ke sebuah plang yang terpampang di atas sebuah pintu besi bertuliskan “Ruang Tahanan Sementara”.