Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Saturday, March 26, 2011

Bagian 32 - Pokemon Bersuara Keras

NGUUUUUUUUUUUNG...

Mendadak telingaku berdengung. Ah, ini adalah jurus Suara Gaduh milik para Whismur di sini! Saking kerasnya sampai membuat telingaku berdengung. Aargh! Mau berteriak juga tidak bisa, menyebalkan sekali!


Tak hanya itu, tiba-tiba dari balik bebatuan muncul kawanan Loudred dan Exploud, bentuk evolusi dari Whismur. Argh, apa lagi yang lebih buruk dari ini?! Rift, Moe maupun Sora tak bisa bertarung karena mereka juga merasa kesakitan mendengar suara-suara yang memekakkan ini!

Namun, tiba-tiba sekelebat bayangan lainnya melesat dan perlahan-lahan menjatuhkan semua Whismur, Loudred dan Exploud di sekitarku. Suara memekakkan itu akhirnya hilang bersamaan dengan tumbangnya para Pokemon liar. Sekarang kepalaku terasa pening, hingga aku jatuh terduduk.

Bagian 31 - Kirlia yang Gagah


“Pokemon-mu sudah selesai disembuhkan,” ujar Suster Joy di Pokemon Center Kota Rustboro. Saat itu hari sudah menjelang sore. “Oh ya, soal Kirlia-mu itu...”

“Anda tahu sesuatu?” tanyaku. Suster Joy mengangguk. “Dia salah satu Pokemon liar yang sering berkeliaran di Rute 104 dan Hutan Petalburg,” jelasnya. “Awalnya dia adalah seekor Ralts yang dipelihara oleh seorang gadis kecil dari kota ini, tapi dia kabur begitu ia berevolusi menjadi Kirlia.”



“Kabur kenapa?” tanyaku heran. “Kurasa itu karena ia tak suka diperlakukan seperti anak perempuan. Soalnya, dia itu Kirlia jantan,” ujar Suster Joy. Aku manggut-manggut. Ternyata sifat Pokemon bisa sekompleks itu juga, gumamku memaklumi. Penampilan Pokemon Kirlia kan memang mirip anak perempuan.

Bagian 30 - Pengacau

“Moe, berubah wujud!”

Whuung! Seketika tubuh Moe berubah bentuknya menjadi Taillow. Secepat kilat ia terbang, menghindari terjangan pukulan beruntun yang sejak tadi dilancarkan Vigoroth. Bisa tebak di mana aku sekarang? Ya, sekarang aku memang sedang ada di tengah pertarungan dengan Ketua Gym Norman, ahli tipe Normal.

“Usaha yang bagus! Kau mau lari?” tanya Norman. Ia memang seorang Ketua Gym yang menyukai pertarungan, tak heran ia terlihat begitu bersemangat. “Vigoroth, cakar dia!”



“Sekarang waktunya, Moe!” perintahku. Moe yang berwujud Taillow melesat cepat ke arah Vigoroth, tapi tepat beberapa senti di hadapannya, Moe kembali berubah wujud, kali ini menjadi seekor Sandslash. Buggh! Jurus Rollout yang mendadak tersebut dengan sukses menghantam Vigoroth hingga ia pingsan kesakitan. Yes, rencanaku berhasil!

Friday, March 25, 2011

Bagian 29 - Mudkip yang Perkasa


Sungguh, butuh perjuangan ekstra keras untuk menaklukkan Mudkip yang hendak diberikan Profesor Birch ini. Untuk memasukkannya ke dalam Poke Ball saja, aku harus mengejar-ngejarnya keliling halaman belakang, bahkan sampai aku hampir terguling ke dalam kubangan lumpur panas yang dipenuhi Slugma. Singkatnya, aku hampir mati!! Sementara itu, Profesor Birch hanya menonton dari pinggir halaman sambil sesekali menyemangatiku. Huh, bantu aku, kenapa?! Dengusku kesal dalam hati.

“Heeeeeeiiii!!!!! Kemari kaaaauuuu!!!” jeritku kesal. Tapi Mudkip itu malah terus berlari. Kali ini ia menabrak sekelompok Gulpin. Pokemon-pokemon berbentuk gumpalan hijau itu sampai terguling-guling ke semak-semak.

Wednesday, March 16, 2011

Bagian 28 - Pembangkang

Begitu kami turun dari punggung Moe, kami langsung disambut seorang gadis yang menggunakan bandana biru. Kutaksir usianya tak jauh beda denganku. Ia tampak begitu bersemangat menyambut kami.

“Hai!! Kalian pasti Ramz dan Luna, ya?” tanyanya ramah. Aku mengangguk polos. “Anda siapa ya?” Ramz bertanya. “Oh, aku Sapphire, putri dari Prof. Birch! Dan 1 dari 3 dex holder di Hoenn ini!” jawabnya setengah tertawa. Mulutku sedikit terbuka. O, jadi dialah gadis fenomenal yang menyelamatkan Hoenn dari bencana besar yang disebabkan Pokemon Legenda Kyogre dan Groudon beberapa tahun yang lalu. Tiba-tiba muncul seorang pemuda seusianya dengan topi putih dari belakangnya. “Hei, Sapphire! Siapa mereka?” tanya pemuda itu.


Bagian 27 - Heartnet

Aku hampir saja sampai ketika hujan dengan derasnya turun begitu tiba-tiba. Mendadak PokeGear-ku berdering. Rupanya dari Ramz. “Halo?”

“Hei Luna, di mana kau?” tanyanya. Suaranya terdengar panik.

“Aku sudah dekat finish. Maaf, sepertinya aku yang menang,” ucapku sambil tersenyum. “Iya, terserah! Tapi tolong cepat panggil tim medis!” serunya tidak sabar. Aku mengernyitkan dahi. “Memangnya ada apa?” tanyaku. “Arcea... sepertinya dia diserang!” kata Ramz dengan cepat. “Baiklah, tenang, akan kupanggilkan mereka,” ujarku mengakhiri percakapan.

Kutepuk punggung Moe pelan, memberi isyarat padanya untuk terbang lebih cepat. Jantungku berdegup kencang. Mungkinkah pelakunya... mereka?

Moe langsung melesat ke arah gedung pengawas di mana Rydel sedang berjingkrak-jingkrak menyambutku. “Nona Muda! Kau sampai paling awal, hebat seka...” Ucapan pria itu terpotong ketika aku menjulurkan telapak tangan, memintanya diam. “Tuan Rydel, aku butuh tim medis sekarang juga. Ramz dan Arcea sepertinya dalam masalah.”

Seketika mata pria itu terbelalak. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung berlari ke dalam gedung dan segera kembali dengan sekelompok tim medis berbaju putih-putih dengan lambang palang merah. Tanpa membuang waktu, kami segera melesat mencari Ramz dan Arcea dengan menunggangi Pokemon kami masing-masing.

Dengan Moe, aku melesat setinggi mungkin agar aku bisa melihat lebih jauh. Segera saja mataku menangkap sebuah reruntuhan aneh yang ada di tengah jalur lomba. Reruntuhan itu berbeda dengan batuan yang sebelumnya menghalangi jalanku, dan ingatanku mengatakan sebelumnya benda itu tidak ada di sana. “Ke sana! Coba kita lihat!” seruku memberi perintah pada tim medis. Kami langsung saja mendarat dan menemukan Arcea, Ramz, serta Pokemon mereka terkapar tak sadarkan diri.

Tim medis segera mengangkut mereka kembali ke pos mereka di dekat garis finish, sementara aku terdiam di sana. Kuperhatikan sekeliling. Ada sisa-sisa salju dan es di beberapa tempat, gumamku dalam hati. Berarti mereka diserang oleh Pokemon es... dan kurasa Blaze seharusnya bisa mengatasinya. Tapi di mana sekarang Pokemon itu?

“Ayo kita kembali, Moe,” kataku pelan. Seketika PokeGear-ku berdering. Dari Kak Spenser. “Ya, halo?” tanyaku ketika kuangkat teleponnya.

“Yo, Luna! Bagaimana keadaan di sana? Sungguh tak ada masalah?” ia bertanya dengan nada datar. Aku mendesah pelan. “Sebenarnya... baru saja terjadi masalah.”

“Wow, ada apa?”

“Kau tahu dua anak peserta lomba yang kuberitahukan tadi? Mereka diserang oleh seseorang—atau sesuatu, aku tak yakin,” ujarku. “Yang jelas melibatkan Pokemon yang menguasai jurus es.”

Spenser berdeham-deham. “Ini aneh,” ucapnya. “Laporan yang kuterima... mereka tidak pernah menyerang penduduk sipil yang tidak ada hubungannya dengan tujuan mereka.”

“Entahlah,” sahutku sambil mengangkat bahu. “Akan kuselidiki lebih lanjut.”

“Ya, terimakasih atas bantuanmu, Luna. Berhati-hatilah.”

KLIK! Telepon kututup dan aku meloncat ke atas punggung Moe. Tanpa buang-buang waktu, kami segera melesat ke garis finish.

***

Aku sedang asyik mengutak-atik PokeGear-ku ketika kulihat Ramz yang pingsan mulai terbangun. Aku segera bangkit dari kursiku yang terletak di samping tempat tidurnya. “Hai, mau tidur sampai kapan?” tanyaku sambil tersenyum lebar. Anak cowok itu mengerjapkan matanya. “Arcea saja sudah bangun dari tadi lho!” tambahku.

Ia menoleh ke sekeliling, wajahnya terlihat kebingungan. Tiba-tiba saja Rydel menyeruak datang. “Ramz! Kau sudah sadar?”

“Kau bisa melihatnya sendiri, Tuan Rydel,” sahutku enteng. Dengan senyum mengembang, pria itu segera mendekati Ramz dan menyerahkan sebuah piala untuknya. “Kau hebat! Piala ini untukmu!” kata Rydel. Ramz melihatnya dengan tatapan bingung. “Hah? Tapi... bukannya pemenangnya Luna?”

Aku menggeleng. “Itu hadiah dariku karena sudah menyelamatkan seseorang. Kuhargai usahamu itu,” kataku sok cool sambil menunjuk Arcea, yang tertawa ringan. “Oh ya! Satu lagi! Ini Pokemon hadiah kejuaraan ini! Pokemon dari wilayah lain!” ucap Rydel sambil menyerahkan sebuah PokeBall pada Ramz. Ketika ia menekan tombol di tengahnya, muncullah sesosok Pokemon bersayap warna kombinasi hitam, abu-abu dan putih.

“Pokemon itu namanya Starly, kudapat dari seorang temanku!” jelas Rydel. “Hmm, mirip Taillow ya?” tanya Arcea. Aku hanya tersenyum kecil. “Sekarang, siapa akan kaunamakan Pokemon ini?” tanyaku pada Ramz.

"Hmm... Starly... Baik! Akan kunamakan kau... Rave!"

***

Esok harinya, aku dan Ramz pamit pada Rydel untuk pergi ke Kota Littleroot. Di sana kami akan menemui Prof. Birch. Arcea sendiri melanjutkan perjalanannya ke Kota Rustboro dengan berjalan kaki.

Dengan menunggangi Moe yang berwujud Tropius, aku dan Ramz segera melesat menuju Littleroot yang tidak terlalu jauh dari sana. Sebenarnya, Moe bisa saja terbang lebih cepat jika dia mengambil sosok Pokemon lain, seperti Dragonite yang kemarin, atau Zapdos si Pokemon legenda yang terkenal akan kecepatannya. Tapi, hei, tidak ada salahnya ‘kan, menggunakan sosok Pokemon asli daerah Hoenn selagi aku masih di sini? Selain itu, dengan begini ia tidak akan terlihat begitu mencolok di langit.

Begitu kami membubung di angkasa, baru kuperhatikan kalau Ramz yang membonceng padaku, sedari tadi diam saja. Dengan agak canggung aku berusaha memulai percakapan. “Hei Ramz, apa yang akan kau lakukan setelah ini?” tanyaku.

“Hmm... Mungkin aku akan berkelana... dan bertarung,” jawabnya tenang.

Mulutku membentuk huruf O. “Bertarung ya? Apa kau ingin jadi Champion?” tanyaku lagi. Mendadak aku jadi teringat akan pertemuanku dengan Steven Stone, si champion wilayah Hoenn. Aku belum bertemu dengannya semenjak hari itu di Kota Pewter. Apa dia masih jadi champion? pikirku.

Ramz menggeleng. “Champion? Aku tidak tertarik,” sahutnya. Aku mengernyitkan dahi. “Kenapa tidak? Kulihat kau cukup ahli bertarung,” tanyaku heran. Ia menggeleng lagi. “Bukan masalah teknik, tapi...” ucapnya terputus. Aku memiringkan kepalaku, agak heran dengan sikapnya. “Sebenarnya... aku rasa aku kenal dengan suara orang yang menyerangku...”

Mataku membelalak. “Hah? Yang benar? Siapa dia? Kenapa tidak cerita dari tadi?” tanyaku dengan nada gusar. Mungkinkah...?

Ramz terlihat gugup. “Dia... sebenarnya... dia itu ayahku, Maxima Heartnet...” ucapnya lirih.

“Maxima Heartnet? Bukankah dia champion Hoenn yang terdahulu?”

“Hah? Yang benar?” Ramz terkejut. Aku mengangguk dengan bingung. “Iya... masa kau tidak tahu? Katanya dia ayahmu?”

“A... aku...” katanya terputus-putus. Aku menatapnya, menunggu jawabannya dengan sabar. Tapi Moe mendadak meraung pelan. Aku menoleh. Rupanya kami sudah sampai di Kota Littleroot. Moe segera menjejakkan kaki-kaki Tropius-nya dengan mulus di atas tanah di halaman laboratorium Prof. Birch.

“Nanti saja aku lanjutkan ceritaku,” ujar Ramz dengan nada pelan. Aku hanya bisa mengangguk. Ada rahasia apa pada anak itu?

Bagian 26 - Grand Rally



Ketika aku dan Rydel sampai di lokasi start yang terletak di gerbang kota Mauville, tampak sudah cukup banyak orang yang berkumpul. Sebagian dari mereka membawa sepeda, sementara sisanya tampak sedang bersama Pokemon-Pokemon mereka yang berbadan besar atau yang bisa terbang: Rapidash, Tauros, Charizard, Altaria, dan bahkan Pokemon lambat seperti Camerupt dan Torkoal pun ikut serta.

“Hei, lihat! Mereka peserta juga,” ujar Rydel sambil melambaikan tangannya pada dua orang anak laki-laki seusiaku. Yang satunya berambut hijau acak-acakan, ia bersama seekor Torchic berwarna kuning emas. Sementara temannya yang berambut abu-abu dengan panjang sebahu ditemani Larvitar-nya.

“Nah, Luna! Kenalkan, ini Ramz dan Arcea, mereka kenalanku juga,” kata Rydel. Dengan agak ragu aku menjabat tangan kedua anak itu. Si Rambut Hijau yang bernama Ramz tersenyum ramah padaku. “Hai, aku Luna,” ujarku berusaha ramah. “Aku Ramz! Ini temanku, Arcea,” katanya sambil memperkenalkan temannya, yang sepertinya agak pendiam. “Kau ikut balapan kan? Pakai apa?”