Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Saturday, March 26, 2011

Bagian 31 - Kirlia yang Gagah


“Pokemon-mu sudah selesai disembuhkan,” ujar Suster Joy di Pokemon Center Kota Rustboro. Saat itu hari sudah menjelang sore. “Oh ya, soal Kirlia-mu itu...”

“Anda tahu sesuatu?” tanyaku. Suster Joy mengangguk. “Dia salah satu Pokemon liar yang sering berkeliaran di Rute 104 dan Hutan Petalburg,” jelasnya. “Awalnya dia adalah seekor Ralts yang dipelihara oleh seorang gadis kecil dari kota ini, tapi dia kabur begitu ia berevolusi menjadi Kirlia.”



“Kabur kenapa?” tanyaku heran. “Kurasa itu karena ia tak suka diperlakukan seperti anak perempuan. Soalnya, dia itu Kirlia jantan,” ujar Suster Joy. Aku manggut-manggut. Ternyata sifat Pokemon bisa sekompleks itu juga, gumamku memaklumi. Penampilan Pokemon Kirlia kan memang mirip anak perempuan.

Kukeluarkan PokeGear-ku yang sudah mati dan kotor dari sakuku. Huff, sial, bagaimana caranya aku bisa menghubungi orang-orang kalau begini? Tiba-tiba si Kirlia sudah duduk di sampingku.

“Oh, hei! Bagaimana, sudah merasa baikan?” tanyaku ramah pada si Kirlia. Ia mengangguk. “Aah, ya, aku minta maaf karena tadi temanku seenaknya menyerangmu dengan Tembakan Air. Rift, ayo minta maaf!”

Rift yang sedari awal tidur-tiduran di sampingku hanya mengangkat kepalanya sedikit, melirik, lalu kembali tidur. Aargh, aku agak panik karena takut si Kirlia kembali mengamuk, tapi ternyata tidak. Ia malah menggeleng, kemudian berdiri dan membungkukkan badan. Aku sedikit kaget. “Ah? Kau tak perlu minta maaf...”

Kirlia itu menunjuk ke arah PokeGear-ku. Oh, rupanya ia menyesal sudah merusakkannya. “Ah, ini nggak apa-apa kok!” ucapku buru-buru. Tapi ia menggelengkan kepalanya lebih keras. Air mukanya terlihat keruh. Tiba-tiba sesuatu terdengar seperti bergaung di dalam kepalaku.

Aku mau ikut denganmu!

Aku tersentak. Suara siapa itu? Tiba-tiba saja ‘tanduk’ merah Kirlia berpendar. Yang kutahu, biasanya itu tanda kalau ia sedang menggunakan kekuatan psikisnya. Apa itu tadi si Kirlia yang bicara dengan telepatinya? Agak ragu, aku bertanya pada Kirlia itu. “Kau ingin ikut denganku?”

Kirlia itu mengangguk mantap. Matanya berkilat penuh semangat. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya. “Baiklah, mulai sekarang aku akan memanggilmu Sora!”

***

Esok paginya, aku tak mau membuang-buang waktuku untuk menantang Gym Kota Rustboro. Kini saatnya bagiku mengetes kekuatan Sora!

BUGHH!

Pukulan telak Sora menjatuhkan satu lagi Geodude milik Roxanne, sang Ketua Gym Kota Rustboro. Guru muda itu terlihat kesal. “Nosepass, giliranmu!”



Pokemon yang bentuknya sepintas mirip wajah dengan hidung raksasa itu mendadak mengeluarkan sengatan listrik ke segala arah. Itu jurus Discharge! Sora melindungi tubuhnya dengan tangannya. Ia tampak kesakitan tapi sepertinya masih bisa bertahan. Dengan segera ia melompat ke arah Nosepass dan menyiapkan pukulan berapi andalannya. BUGHH! Tapi Nosepass yang bertipe Batu itu masih bisa bertahan dari serangan Sora.

Tiba-tiba, tubuh Sora dikelilingi cahaya yang agak redup. Perlahan-lahan cahaya itu bertambah kuat, tapi Sora kemudian mengeluarkan sesuatu dari apa yang terlihat seperti “mantel”-nya. Cahaya yang mengelilingi tubuhnya pun mendadak hilang lagi. Aku bingung. Cahaya apa itu barusan?

Sora kembali memberikan pukulan api beruntun ke arah Nosepass. Nosepass menyerangnya dengan Lemparan Batu, tapi rupanya Sora sangat gesit sehingga ia bisa menghindarinya dengan mudah. Satu lagi pukulan api dari Sora tepat mengenai bagian bawah hidung besar Nosepass, membuatnya ambruk. Yeah, aku menang!

“Pertarungan yang cukup menarik,” ujar Roxanne padaku sambil menyerahkan Lencana Batu padaku. “Oh ya, tadi kulihat Kirlia milikmu... Apa ia membatalkan evolusinya sendiri?”

Aku menatap Sora, tapi ia memalingkan wajahnya. “Uuh... entahlah,” sahutku bingung. Roxanne tertawa kecil. “Lebih cepat Pokemon berevolusi, lebih baik, bukan? Ia bisa menjadi lebih kuat!” nasehatnya. Aku hanya diam saja. “Baiklah kalau begitu, senang bisa bertarung denganmu,” kata Roxanne ramah.

Di PokeCenter, setelah selesai menyembuhkan Sora, aku bertanya padanya soal kejadian tadi. “Kau membatalkan evolusimu sendiri? Kau tidak mau berevolusi?”

Sora mengangguk pelan. Dikeluarkannya benda yang tadi disembunyikannya. Setelah kuperhatikan, ternyata itu sebuah Everstone, atau ada yang menyebutnya Batu Keabadian. Itu adalah batu yang lumayan langka, fungsinya bisa menghambat proses evolusi Pokemon. Aku jadi teringat cerita Suster Joy soal Sora. “Kau tidak mau menjadi Gardevoir karena tak suka penampilannya, ya?” tanyaku. Sora mengangguk lagi. Aku manggut-manggut mengerti. Ternyata tak hanya manusia, Pokemon pun bisa sangat mempedulikan penampilannya. Aku tersenyum dalam hati.

***

Sudah hampir pukul 3 sore. Aku sedang mengajak Sora, Rift dan Moe berkeliling Kota Rustboro sebelum aku akan melanjutkan perjalananku. Tiba-tiba kudengar suara orang berteriak minta tolong. Buru-buru kuhampiri asal suara. Rupanya itu adalah seorang pria yang berpakaian rapi, sepertinya seorang pegawai eksekutif di sebuah perusahaan. Melihatku yang membawa Pokemon, ia langsung berlari ke arahku. “Trainer, tolong aku! Barang bawaanku dicuri oleh seseorang!” serunya panik. “Jangan khawatir, aku Ranger!” ujarku sambil menunjukkan tanda pengenal Ranger-ku padanya. “Siapa pencurinya, dan ke mana ia lari?”

Pria itu menunjuk ke arah Rute 105, sebelah timur Kota Rustboro. Dengan sigap aku segera berlari ke arah yang ia tunjukkan. Ah, itu dia! Seorang pria misterius yang menggunakan pakaian mirip Ranger, hanya saja warnanya hitam semua. Ia mengendap-endap di antara pepohonan sambil membawa sebuah koper. Huh, tak ada alasan untuk mengatakannya tidak mencurigakan. “Hei! Berhenti kau!”

Pria misterius itu menoleh, tapi ia malah kabur. Sial, pepohonan ini menghalangi pandanganku yang mengejar pria itu. Tiba-tiba saja ia sudah menghilang. Lalu seorang kakek-kakek menghampiriku. Air mukanya terlihat panik.

“Trainer! Kau melihat seorang pria misterius dengan pakaian hitam?” tanyanya. Duh, baru saja aku mau menanyakan hal itu! “Ia kabur dengan Wingull-ku! Oh, bisakah kau membantuku?!”

Aku mengatur napasku, lalu menenangkan kakek itu. “Aku juga sedang mengejarnya,” kataku padanya. Kulihat sekelilingku, mencari-cari tempat yang mungkin dipakai sebagai persembunyian oleh si pria misterius. Rupanya di dekat sana ada sebuah terowongan yang sepertinya baru dibangun. “Aku akan mencarinya di terowongan itu!”

“Ah! Hati-hati dengan kawanan Whismur di sana!” seru kakek itu sebelum aku melangkah memasuki terowongan. Aah, cerewet! Kunyalakan senterku. Terowongan ini gelap dan agak berkabut, dan di mana-mana masih berserakan bebatuan besar dan alat-alat menggali, tapi anehnya tak ada pekerja yang menggalinya. Kubiarkan Pokemon-Pokemonku di luar agar lebih aman. Tiba-tiba aku melihat sekelebat bayangan berwarna merah muda di sekitarku.



BUGHH! Sesuatu memukul tanganku! Sakit sekali rasanya. Senter yang kupegang terlepas dan cahayanya mati. Argh, bagus, satu lagi barangku rusak! Baru saja aku hendak meraih senterku ketika kami dikepung oleh sekelompok Pokemon berwarna pink. Uh-oh, mau apa mereka?

No comments:

Post a Comment