Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Tuesday, November 9, 2010

Bagian 20 - Kekacauan di Bawah Tanah

Di Kota Vermilion, rupanya suasananya lebih parah! Bukan hanya orang-orang mengeluh bahwa peralatan elektronik mereka rusak, tapi para Pokemon juga, entah kenapa, berubah jadi liar dan ganas. Aku dan Sunny tidak berani membiarkan Pokemon kami di luar Pokeball. Ketika sedang berkeliling mencari Kak Janine, kami mendengar bisikan dari semak-semak. Rupanya itu dia orang yang sedang kami cari! 

Tidak seperti biasanya, tanpa banyak omong, Kak Janine menyeret kami ke Rute 11, tepatnya ke depan Gua Diglett. "Nah, aku perlu kalian di sini," akhirnya Kak Janine angkat bicara. "Huh? Perlu untuk apa?" tanyaku tak sabar.

"Kau lihat para Pokemon di luar sana? Mereka berubah menjadi liar dan nyaris tak terkendali, begitu juga, alat-alat elektronik seperti TV dan PokeGear tidak bisa dipakai. Apa itu tidak aneh?" tanya Kak Janine dengan muka serius. Aku dan Sunny mengangguk. "Bahkan hal itu juga terjadi di Cinnabar."

"Tidak hanya di sana. Seluruh Kanto, kecuali mungkin Kepulauan Sevii, sudah terkena efek yang aneh ini," lanjut kakak. "Tapi yang paling aneh adalah, seluruh jalan masuk ke Kota Pewter ditutup tiba-tiba!"

"Memangnya ada hubungannya?" tanya Sunny bingung. Kak Janine melipat tangannya dan mengangguk. "Tentu saja. Entah apa yang terjadi di sana, tidak ada yang tahu. Ketua Gym Brock juga tidak bisa dihubungi gara-gara kejadian aneh ini," keluh Kak Janine. "Kak... apa yang memblokir Kota Pewter itu..."

"Yep, Tim Roket!" potong Kak Janine. "Rupanya masih banyak anggota mereka di luar sana... Menyebalkan!" gumamnya. "Sekarang, kalian masuk lewat sini, menyusup ke Kota Pewter, lalu temui Brock..."

"Kok kami terus? Memangnya kakak ngapain?" protes Sunny. "Heh, aku juga punya urusan yang lebih penting, tahu!" balas Kak Janine. Tiba-tiba aku jadi teringat lagi dengan kata-kata Charon. Kak Janine sepertinya tahu hal ini, karena dia terlihat mengenal Giovanni ketika kami terakhir menghadapinya.

Sunny melangkah ke dalam gua dengan mengomel. Sebelum melangkah masuk, aku menghentikan langkahku. "Mm.. Kak..."

"Apa?" tanya Kak Janine

Aku diam sebentar, lalu menggeleng. "Nanti aja deh. Aku pergi, Kak!"

Kak Janine tersenyum. "Ya ya, hati-hati, ya, kalian berdua!!"

***

Tanah bergetar dengan hebat. Orang-orang berhamburan ke luar rumah, banyak pula yang sudah melarikan diri dengan Pokemon mereka. Jika melihat ke sisi utara, kau akan tahu kalau itu bukan gempa biasa. Pulau Cinnabar sesungguhnya dikelilingi oleh beberapa gunung api kecil yang masih aktif, dan kali ini salah satu yang terbesar sedang berusaha memuntahkan lavanya.

Perlahan tapi pasti, lava panas mulai menutupi seluruh kota. Blaine, yang sedang berada di atas punggung Mantine-nya, hanya bisa terdiam menyaksikan gedung Gym-nya mulai hilang ditelan api. Sementara itu, di langit, sebentuk cahaya kemerahan melesat melintasi langit Pulau Cinnabar. Mata ketua Gym itu tak lepas-lepasnya memandang pulau yang kini telah tenggelam seluruhnya di bawah lava merah menyala-nyala.

"Ketua... sebaiknya kita juga segera pergi," kata Chinatsu dengan wajah cemas. Tapi Blaine tidak sedikitpun mengalihkan wajahnya.

"Ketua...?"

Masih tanpa menoleh, Blaine terkekeh dan bergumam, "Kira-kira, di mana kita harus membangun Gym baru kita...?"

***

Aku dan Sunny masih berjalan di dalam gua. Gila, gua ini panjang sekali! Tak heran bisa sampai menghubungi Kota Pewter dan Kota Vermilion. Tapi dari tadi kami tidak melihat satu Pokemon pun di sini. Ada apa ya kira-kira?

Setelah menempuh setengah jalan, kami memutuskan untuk beristirahat. Baru beberapa menit duduk, kami merasakan tanah mulai bergetar. Ada apa ini?

Tiba-tiba, dari dalam tanah muncul puluhan Dugtrio! Bukan cuma itu, sepertinya mereka marah besar! "Uwaaah, kenapa mereka begini? Apa kita dianggap penganggu?" tanya Sunny panik. "Tidak... Dugtrio itu Pokemon jinak, harusnya mereka tidak begini..."

"Mungkin ada hubungannya dengan para Pokemon yang juga mendadak liar di luar sana?" celetuknya. Tanah masih terus bergetar, menyebabkan bebatuan dari langit-langit gua mulai runtuh. Mendadak muncul retakan besar di tanah. Ugh, salah satu Dugtrio di sana pasti menggunakan teknik Fissure! Berbahaya sekali!

"Uwaaah!!" seruku. Kerikil di bawah sepatuku membuatku kehilangan keseimbangan. BRUKK!! PokeBall di tasku berhamburan, dan tak sengaja Ness keluar.

"Waaa, Ness, kembali ke PokeBall-mu!" seruku panik. Tapi Ness malah membuka mulutnya dan terdengar suara merdu. Ahh, tunggu dulu, ini kan...

"Sunny! Tutup telingamu!" perintahku sambil menutup telingaku kuat-kuat. Ini adalah teknik menyanyi yang bisa membuat siapa saja yang mendengarnya jadi tertidur. Pintar kau, Ness!

Perlahan-lahan semua Dugtrio yang ada di sana kembali masuk ke dalam tanah. Getarannya sudah hilang samasekali. "Hebat, Ness!" pujiku. Ia pun segera kukembalikan ke dalam PokeBall-nya. "Ayo cepat jalan, nanti keburu gelap, lho!" seru Sunny yang sudah jalan duluan. Hah, bukannya malam hari itu paling bagus buat menyusup?

Begitu kami sampai di luar, suasananya sudah benar-benar gelap. Ternyata benar kata Kak Janine, di sekitar kota itu terdapat barisan rapat anggota Tim Roket. Bagaimana caranya agar kita bisa masuk, ya...?

Tiba-tiba Moe keluar sendiri dari PokeBall-nya. "Moe, apa yang kau lakukan?" tanyaku setengah berbisik. Kami sedang bersembunyi di balik semak-semak. Tapi Moe tidak mendengarkanku, malah ia berubah menjadi Jigglypuff dan maju mendekati barikade anggota Tim Roket.

"Lihat, ada Jigglypuff liar!" seru salah seorang anggota Tim Roket. Kulihat Moe, yang sudah dalam wujud Jigglypuff, menarik napas dalam-dalam dan mulai menyanyi. Aku dan Sunny buru-buru tutup telinga. Perlahan-lahan, anggota Tim Roket yang ada di sana tertidur. Setelah semuanya tumbang, barulah Moe kembali ke wujud asalnya. "Bagus sekali, Moe!" seruku senang.

Kami pun melangkah masuk ke dalam Kota Pewter. Aneh sekali, kota itu sudah begitu lengang padahal belum waktu tidur. Tiba-tiba aku menangkap sebuah pemandangan baru di dekat Museum Kota Pewter.

"Lihat menara aneh itu?" tunjukku pada Sunny. Ia mengangguk. "Apa mungkin itu yang menyebabkan semua kekacauan ini?"

“Mana kutahu,” sahutku pelan. “Mungkin ada penjelasannya... di dalam museum itu.”

 Maka, aku dan Sunny memutuskan untuk memasuki museum itu dari belakang. Syukurlah tidak ada penjaganya di sini. Dari balik jendela, aku bisa melihat seorang anggota Tim Roket--yang sepertinya memiliki jabatan lebih tinggi dari yang lainnya, terlihat dari pakaiannya yang lebih ‘elit’--sedang berjalan berkeliling museum dengan anggota-anggota lainnya. Aku bisa melihat ada seorang lagi di sana, tapi aku tak bisa melihat wajahnya. Aku terpaksa melompat-lompat untuk bisa melihatnya, tapi, tetap tidak berhasil.

"Ini luar biasa! Dengan begini, kita tak hanya bisa mengontrol para Diglett dan Dugtrio... bahkan mungkin kita bisa mengontrol seluruh Pokemon! Lihat saja apa yang terjadi pada sahabat lama kita!"

Anggota Tim Roket yang elit itu--mungkin namanya Proton, karena yang lain memanggilnya demikian--meraih remote dan menyalakan televisi. Agak kurang jelas, tapi aku bisa mendengar berita bahwa gunung api telah meletus dan mengubur Pulau Cinnabar. Aku dan Sunny melotot tak percaya. "Yang benar saja!!" pekik Sunny histeris, setengah berbisik, tapi aku buru-buru membekap mulutnya.

"Dan semua ini juga berkat jasamu. Siapa yang menduga kalau Mewtwo ada di dalam Gua Cerulean yang sudah tertutup itu? Hahaha, tentu kau tahu lebih banyak dari pada kami, seperti yang diharapkan!" ujar Proton dengan nada gembira.

Jantungku berdegup kencang ketika lawan bicara Proton, orang yang dari tadi wajahnya tak nampak olehku itu, melangkah menuju titik yang tertangkap mataku. Tapi rupanya Sunny sudah duluan melihat sosoknya. Matanya terbelalak. "Luna... itu kan... Verise!"

Hah! Benar itu dia! Apa yang dia lakukan di sini, bersama Tim Roket?!

No comments:

Post a Comment