Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Monday, March 5, 2012

Bagian 48 - Hadiah?

~Sudut Pandang Chisa~

Well, rasanya tidak tergambarkan deh, betapa senangnya aku ketika akhirnya bertemu Bagon idamanku—dan yang shiny! Ya ampun, aku pasti Trainer paling bahagia sedunia!

Maka sekarang, di sinilah aku—sedang mengejar-ngejar Bagon itu. Sudah beberapa menit ia berlari tanpa henti dan aku selalu setia mengejarnya dari belakang. Begitu juga dengan Idea, Mach, dan Blazzy. Mereka tampak tidak kalah bersemangat. Ketika Bagon itu mendaki tebing, kami ikut mendaki dengan susah payah. Ketika Bagon itu masuk ke gua-gua kecil, kami ikut merayap di belakangnya. Ketika si Bagon meloncat ke sungai, well... dia menyeberangi sungai dengan melompati bebatuan, sementara aku dan Pokemonku terpeleset dan jatuh ke sungai... lagi. Blazzy sampai pingsan, tapi aku hanya sempat menyemprotkan sebotol Revive padanya dan lanjut mengejar Bagon. Maaf Blazzy, tapi perburuan tidak boleh berhenti!


Dan... akhirnya! Di pojok gua ini, Bagon itu tersudut. Tak ada tempat lari lagi. Naga kecil itu menggeram kesal karena berhasil dipojokkan, semburan api kecil keluar dari sela-sela taringnya.

“Nah, naga keciiiil,” geramku kesal. Mau bagaimana lagi, aku sudah benar-benar capek mengejarnya! “Sebaiknya kamu menyerah sekarang... atau aku akan benar-benar marah!”

Bagon itu terlihat kesal, lalu berkelit ke samping. “Mach! Serang dia!” seruku. Mach segera menubruk si Bagon. Bagon itu terjatuh, tapi masih bisa bangkit. Ia menyemburkan api dari mulutnya, membuat Mach pingsan. “Sial! Mach, kembali!” Aku mengembalikannya ke dalam Pokeball. Sekarang hanya tersisa Idea dan Blazzy, yang kurang fit. “Idea! Blazzy! Hadang Bagon ini!”

Kedua Pokemonku bersiap menyerangnya, namun Bagon itu menghindar dan berlari menuju sebuah ceruk yang cukup besar dan gelap. Kunyalakan senterku agar bisa melihat dengan jelas. Namun, belum terlalu jauh, Bagon itu berhenti. Sepertinya ia kelelahan.

“Hmph! Sudah capek, ya?” kataku sambil terengah-engah. Kuraih PokeBall terakhir di tasku. Saatnya mengakhiri pengejaran ini! Aku pun melempar bola itu dengan sekuat tenaga ke arah Bagon.


PLOP!

Dan PokeBall-ku pun mengenai... oh tidak, tunggu dulu... Tidak kena! Pokeball itu malah melayang melewati Bagon, kira-kira 1 meter di belakangnya, dan... menghilang di daerah gelap di luar jangkauan senterku.

TIDAAAAAAKKK!!!!

Melihat kesempatan itu, Bagon hijau itu kabur dan menghilang dengan cepat. Aku terperangah. Tadi itu... Pokeball terakhirku... melesat... dan... Bagon shiny yang pastinya amat langka itu...

“Uwaaaahhh!! Nyebeliiiin!!” seruku frustasi. Kenapa!? Kenapa justru di saat-saat seperti ini!? Ini tidak adil! Benar-benar tidak adil! Aku sudah mengejarnya mati-matian dan... kesempatan itu menguap begitu saja!

“C-chic?” Blazzy memiringkan kepalanya ke arahku. Sepertinya ia agak ketakutan melihat reaksiku tadi. Aku menghela napas dalam-dalam. Haah... sudahlah, mungkin memang aku tidak ditakdirkan untuk punya Bagon... atau, aku masih ada kesempatan untuk mendapatkannya lain kali. Tidak sekarang. Kutepuk kepala Blazzy dan Idea dengan lembut. “Maaf, sudah membuat kalian takut,” ujarku. Mereka tersenyum. “Ayo, kita susul Luna dan Rei saja.”

Aku bangkit dan menggerakkan senterku ke berbagai arah. Pokeball tadi kan belum digunakan, jadi sayang kalau tidak kuambil lagi. Tak lama, mataku pun tertumbuk pada sebuah bola berwarna merah-putih. “Nah, ini dia!” gumamku sambil memungut Pokeball itu. Tiba-tiba, Pokeball itu bergoyang dan mengeluarkan cahaya merah!
“Grruuuhh...”


***
~Kembali ke Sudut pandang Luna~

“AAAAHHH!!!” jeritku. Ukh... tubuhku... seperti mati rasa. Pandanganku tidak fokus. Apa-apaan itu tadi? Bagaimana mungkin sebuah batu menimbulkan sengatan luarbiasa kuat seperti itu? Atau, yang lebih penting... apa aku sudah mati?

Hei, kau.

Lagi-lagi suara misterius itu! Entah siapa atau apa yang sedang berbicara. Suara itu lembut dan bernada tinggi, namun anehnya, aku tidak bisa mengenalinya sebagai suara laki-laki atau perempuan. “Siapa...? Aku...?” tanyaku. Aku kaget, karena suaraku terdengar jauh, seolah-olah bukan berasal dari mulutku. Pandanganku semakin lama semakin buram, hingga aku tidak melihat apa-apa kecuali pemandangan seperti kabut yang serba putih-abu-abu. Aku juga masih tidak bisa merasakan tubuhku. Mungkin kalau ada pesawat jet yang jatuh menimpaku, aku tidak akan merasakan apa-apa.

Kau belum mati. Mungkin nanti, tapi kau harus mengabulkan permintaanku dulu.

Aduuh, apa sih yang dibicarakannya? “Tunggu... apa maksudmu? Bagaimana aku bisa mengabulkan permintaanmu? Lagipula... kamu siapa sih?!” tanyaku kesal.

Kelak kau akan tahu siapa aku... untuk sementara, ini akan membantumu menyelesaikan misimu. Tapi kau harus tahan sakitnya.

Baru saja ia bicara begitu, tiba-tiba kedua mataku berdenyut. Makin lama makin keras, seolah-olah seseorang hendak menariknya keluar dari kepalaku. Aku berteriak sekeras yang aku bisa, tapi aku tidak mendengar apa-apa. Atau, sebenarnya tidak ada suara yang keluar? Ya ampun, apa-apaan ini!? Ia ingin membuatku buta, tuli dan bisu sekaligus!?

Mendadak sebuah sentuhan mendarat di pundakku, dan dengan cepat, seluruh rasa sakit itu, pandanganku yang berkabut, dan panca inderaku—kembali lagi seperti normal. Aku masih ada di Gua Meteor Jatuh! Aku belum mati!

“Oy, Luna!”

Suara Rei memecah kebuntuan otakku. Seketika aku tersadar sepenuhnya. “Oh... Rei?” gumamku pelan. Ekspresi Rei berubah ketika aku bertatapan mata dengannya. Campuran antara kaget dan takut. “Oi? Kenapa?”

“Idiot...” ia bergumam dengan suara bergetar. Dengan ujung jarinya ia menyentuh bagian bawah mataku, membuatku bingung. “Lihat ini,” ujarnya sambil menunjukkan telunjuknya yang berlumuran cairan merah. “Matamu... berdarah...”



1 comment:

  1. *lalu ngrasa agak nyesel nglompati chp ini dan langsung loncat ke chp selanjutnya krn tergila2 sma crita dari luna pov*

    ReplyDelete