Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Sunday, March 11, 2012

Bagian 49 - Amarah Rei

A... pa? Darah...?

Refleks, aku segera melakukan hal yang sama dilakukan Rei. Kuusapkan jariku pada kedua pipiku. Oh, ya ampun, benar! Darah yang sudah setengah mengering segera menghiasi jariku. Ini... apa gara-gara rasa sakit misterius tadi?

“Luna... kau baik-baik saja, kan?” tanya Rei dengan nada yang sedikit cemas. Aku tidak langsung menjawab. Kutekan-tekan sedikit mataku, dan aku tidak merasakan ada yang aneh atau sakit. Lalu... dari mana darah ini berasal?


“Uhh... mataku... tidak apa-apa,” kataku sambil mengeluarkan saputangan dan mulai mengelap wajahku. “Sudah hilang?”

Ekspresi Rei kembali mengeras. “Dasar bodoh! Matamu mengeluarkan darah sebanyak itu dan kamu bilang tidak apa-apa!?” bentaknya.

“Tapi memang tidak apa-apa, kok! Tidak ada yang sakit atau aneh-aneh!” ucapku membela diri.

“Lalu apa yang kau lakukan di sini? Kau jatuh terduduk dan bengong begitu lama.”

Eh? Benarkah? “Apa aku tidak berteriak-teriak?” tanyaku penasaran. Rei mengerutkan alisnya. “Tidak, kau diam terus... begitu aku sampai tahu-tahu kau sudah begini,” katanya ketus. “Ada apa di sini? Apa yang kau temukan?”

Oh ya, batu putih itu! “Uh, tadi aku hendak mengambil batu putih itu...” tunjukku ke lubang di tanah tempat batu putih itu berada. “Batu putih ini?” tanya Rei sambil memungut Ultra Ball-ku dan melemparkannya padaku, kemudian mengeluarkan saputangannya dan mengambil batu putih itu.

“Ya, tadi aku menyentuhnya... dan tiba-tiba, begini,” sahutku lirih. Rei mendengus merendahkan. “Makanya, hati-hati,” ujarnya sambil memasukkan batu putih itu ke dalam sebuah kantong kain berwarna hitam.

“Apa menurutmu itu meteoritnya?” tanyaku. Rei mengangkat bahu. “Kemungkinan besar, sih. Di sini tidak ada lagi batu yang aneh,” jawabnya sambil melihat ke sekeliling. “Sudahlah, ini saja yang kita temukan. Kita laporkan ke Ketua dulu. Kakiku sakit sekali.”

“Kita juga cari Chi—“ BRUKK!! Sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, seseorang menubrukku dengan keras dan  memelukku dari belakang. “Chisa?!” tanyaku kaget. “Ada apa? Kau dapat Bagon shiny-nya?”

Chisa menggeleng lesu. “Tidak, tapi... tapi...”

“Woi! Ceritanya nanti saja, bisa kan? Kakiku sudah benar-benar sakit, nih!” omel Rei. Hu-uh, dasar tidak sabaran dan tidak sensitif! “O-ohya! Maaf! Kalian berdua terluka!” kata Chisa panik. “Ta-tapi... apa kalian kuat berjalan dari sini sampai ke Fallarbor? Tidak ada yang punya Pokemon terbang...”

“Siapa yang perlu Pokemon terbang? Keluar, Moe!” Ditto berwarna keunguan itu keluar dari Pokeball-nya, dan tanpa kusuruh, ia segera berubah menjadi sesosok Gyarados. “Ini cukup kan buat bertiga?”


“Yay! Moe memang kereeen!” seru Chisa senang. Kami pun segera melesat menuju Kota Fallarbor.

***

Di ruangan Ketua Ranger Kota Fallarbor...

TOK TOK TOK!

“Masuk,” jawab si ketua bertubuh tambun itu. Seorang pemuda Ranger berusia 16 tahun masuk. Penampilannya berantakan; dan yang paling menonjol adalah noda merah besar yang mengotori bagian bawah celana panjang kelabunya. “Kau membahayakan dirimu dan rekan kerjamu lagi, heh?” tanya sang ketua. “Kau sering sekali begitu. Pedulilah sedikit pada dirimu dan orang lain.”

Yang disindir hanya mendengus. “Aku tidak suka memedulikan orang lain atau diriku sendiri. jadi kalau anak itu tidak bisa menjaga dirinya, itu bukan urusanku,” jawabnya dingin. Lalu ia mengeluarkan sebuah kantong kain berwarna hitam dari sakunya. “Ini yang kami temukan.”

Sebuah batu putih dengan bentuk bulat yang tak teratur tampak bersinar dari dalam kantong yang berwarna kontras dengan warnanya. Seketika mata sang Ketua berbinar-binar, seolah melihat gunungan emas. “Oooh! Luar biasa! Benar, itu dia batu meteoritnya!” seru si Ketua gembira. Pria setengah baya itu pun mengulurkan tangannya. “Sekarang, coba aku periksa...”

Namun tepat sebelum si Ketua berhasil menyentuhnya, Rei cepat-cepat menarik kembali tangannya dan memasukkan kantong beserta isinya ke dalam sakunya. Ketua merengut kesal. “Apa-apaan maksudmu?!”

“Aku hanya ingin konfirmasi. Aku ingin benda ini sampai di Mossdeep tanpa cacat,” ujar Rei dengan nada datar, namun jelas kata-katanya ofensif. Mendengar reaksi pemuda itu, Ketua malah tertawa. Tawa yang licik. “Rei, Rei! Sampai kapan kau mau begitu naif?” tanyanya. “Dengar! Kalau kita punya batu ini, Nak, Pokemon pengabul keinginan itu akan mengabulkan apapun yang kita inginkan. Apapun!” kata si Ketua mulai tak sabaran. “Kau bahkan bisa meminta agar kakakmu...”

BRAKKK!! Pemuda Ranger itu menghantamkan kepalan tangannya ke atas meja. “AKU TIDAK PUNYA KAKAK!” bentak Rei tiba-tiba, membuat sang ketua terkejut sampai hampir jatuh dari kursinya. “Berapa kali aku harus mengatakannya padamu!?”

Ketua itu jadi gelagapan. “Wow, maafkan aku, lagi-lagi aku lupa... Intinya, dengan batu itu, kita bisa minta apa saja. Tidakkah itu hebat?” sang Ketua kembali membujuk. “Simpanlah batu itu di sini. Katakan saja pada orang-orang Mossdeep kita tidak menemukan apa-apa. Ayolah, Rei, kau pasti tahu betapa hebatnya itu!”

Namun Rei tetap tidak tertarik. Ia berbalik menuju pintu. “Mungkin perlu kuberitahukan padamu, Ketua,” gumam Rei ketika mencapai ambang pintu. “Aku tidak punya keinginan apa-apa lagi di dunia ini.”

Dan pintu ruangan itu pun dibantingnya sekuat tenaga.

1 comment: