Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Sunday, April 3, 2011

Bagian 33 - Hujan Meteor


Di kantor Ranger Kota Rustboro, tanpa sepengetahuanku...

Malam itu, suasana Kota Rustboro begitu lengang. Tak terkecuali di dalam sebuah gedung bertingkat tiga yang terhitung sederhana di sudut kota. Di depan pintu masuk utamanya, terpampang jelas sebuah tulisan besar: “Ranger Union Cabang Rustboro”.

Bagian dalam gedung itu tak kalah lengang. Lampu-lampu telah dipadamkan, seluruh ruangan telah kosong karena para pegawai sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Namun, di tempat yang seharusnya sudah tidak ada orang itu, terlihat seorang gadis usia belasan akhir dengan rambut sebahu yang berkilau keperakan seperti salju. Bola matanya yang berwarna biru es lekat menatap ke sebuah plang yang terpampang di atas sebuah pintu besi bertuliskan “Ruang Tahanan Sementara”.

Gadis itu berjalan semakin dekat dengan pintu besi itu. Ketika jaraknya tinggal beberapa senti saja, ia melambaikan tangannya dan seketika pintu itu terbuka, seperti sihir. Di balik pintu itu, terdapat beberapa sel kecil. Semuanya kosong, kecuali satu ruang yang dihuni seorang pria dengan brewok tipis. Wajahnya tampak lelah. Ketika melihat gadis itu mendekatinya, ia terbelalak kaget.

“No... Nona Rene!” pekiknya pelan. Gadis itu melemparkan pandangan dingin ke arah pria itu. Ekspresinya datar. “Vincent.”

Pria bernama Vincent itu menelan ludah. “No... Nona, saya bisa jelaskan ini semua,” ujarnya terbata-bata. “Tadi ada dua orang gadis...”

BLARR!!! Sekonyong-konyong seberkas sinar berwarna biru ditembakkan dari belakang Rene, menciptakan selaput es yang menutupi mulut dan wajah bagian bawah Vincent. “Cukup.” Rene angkat bicara. “Kau gagal. Itu kenyataannya.”

Vincent megap-megap, dari mulutnya keluar suara yang tidak jelas. Matanya dipenuhi ketakutan. Rene berdesis, menyuruhnya diam. “Lupakan saja harapanmu itu. Lagipula,” kata-kata Rene terhenti. Ia melirik ke arah sosok putih-putih di sampingnya. “menghidupkan orang tuamu yang sudah mati itu sesungguhnya benar-benar mustahil.”

Mata Vincent membulat dan berair. Rene tersenyum, senyumnya mendirikan bulu kuduk. “Tapi sekarang kau sudah tidak perlu mengingat-ingatnya lagi. Tentang orang tuamu. Tentang kami,” ucapnya tenang. Bersamaan dengan itu, sosok putih di samping Rene mengeluarkan gelombang cahaya aneh dari matanya. Gelombang cahaya itu meliputi tubuh Vincent. “Ufmh!! Uffhh!!!” Pria malang itu berusaha berteriak, tapi sumbat es di mulutnya menghalanginya.

Namun dalam beberapa detik saja, ia sudah terkapar tak berdaya. Es di mulutnya perlahan meleleh dan mencair, hilang sama sekali. Rene melihat pria itu dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan pandangan sinis, sebelum kemudian menghilang bersama sosok putih tadi.

***

Keesokan paginya, di Kota Rustboro...

Yuta sudah kembali ke rumahnya. Sekarang di sinilah aku, di depan gedung Perusahaan Devon yang tinggi menjulang. Awalnya aku agak ragu untuk masuk ke dalam, sampai akhirnya sebuah suara memanggilku dengan keras.

“Hei! Ranger muda!” seru suara itu, yang ternyata adalah pegawai Devon yang kubantu. “Aku sangat berterima kasih padamu! Dan begitu juga bosku!”

“Uuh? Bos anda?” tanyaku sangsi. Pria itu mengangguk semangat. “Beliau ingin bertemu denganmu untuk berterima kasih. Ayo, ikut aku!”

Agak ragu aku mengikutinya sampai akhirnya kami memasuki sebuah ruangan yang cukup luas di lantai paling atas. Di dalam ruangan itu terdapat beberapa lemari kaca yang penuh dengan bermacam-macam batu dan fosil. Beberapa kukenali sebagai batu evolusi, yaitu Batu Air dan Batu Matahari. Beberapa lagi tak kukenali, misalnya batu oval berwarna hijau cerah dan batu berwarna ungu gelap.

“Aah, kau pasti Ranger muda yang sudah menyelamatkan anak buahku itu, bukan?” sambut seorang pria setengah baya. Ia bangkit dari tempat duduknya di ujung ruangan. “Perkenalkan, aku adalah pemilik perusahaan ini. Kau bisa memanggilku Tuan Stone,” ujarnya riang. “Siapa namamu?”

“Aku Luna,” sahutku pelan. “Baiklah, Ranger Luna! Aku sangat berhutang budi atas bantuanmu,” kata Tuan Stone. “Jadi aku akan memberikan ini sebagai hadiah!”

Aku hendak menolak ketika beliau menyerahkan sebuah alat elektronik berwarna kuning oranye. “Ini adalah alat baru untuk para Trainer yang baru dikembangkan perusahaan kami, namanya PokeNav! Sejauh ini baru ada di Hoenn!” ujar Tuan Stone bangga. “Dengan alat ini, kau tak hanya bisa melihat peta dan status Pokemon-mu, tapi juga menelepon dan berkomunikasi dengan siapa saja!”

Ooh! Ini benar-benar sesuatu yang kubutuhkan semenjak PokeGear-ku rusak! Aku urung menolaknya dan menerimanya dengan gembira. “Terima kasih banyak!” ucapku sambil membungkuk. “Hahaha, ini sepadan dengan apa yang sudah kau lakukan!” balasnya sambil tersenyum.

Kemudian aku pun pamit untuk melanjutkan perjalananku. Terowongan Rusturf—gabungan dari kata Rustboro dan Verdanturf—masih ditutup, jadi mau tak mau aku harus lewat jalan laut, dan yang bisa membantuku memang hanya Pak Briney. Ia berkata kalau dulunya ia adalah nelayan, jadi kupikir ia bisa membantuku.

Tak perlu waktu lama bagiku untuk mencapai rumah Pak Briney yang ada di pinggir pantai Rute 104. Kuketuk pintu rumahnya yang sederhana itu. Ketika dibuka, tahu-tahu seekor Wingull terbang ke arah wajahku.

“Waah!” seruku kaget. Peeko, Wingull peliharaan Pak Briney, tampak sangat senang seolah ia telah menunggu kehadiranku. Dari dalam rumah, si pemiliknya keluar. “Hahaha, kurasa ia menyukaimu, Ranger muda!” ujarnya ramah dan mengajakku naik ke atas kapalnya yang ditambatkan di samping rumah. “Aku sudah tahu kau pasti akan kemari! Jadi, ayo, jangan buang-buang waktu lagi!”

Tak berapa lama, kami sudah berada di tengah lautan luas. Pemberhentian pertama adalah Kota Dewford yang terletak di atas sebuah pulau kecil. Di sana ada gedung Gym, jadi kurasa aku bisa mencoba menantangnya. Aku duduk-duduk di atas dek kapal sementara Sora dan Moe bermain-main dengan Peeko. Sementara itu, Rift, seperti biasa, tidur-tiduran di sampingku.

“Laut benar-benar bersahabat hari ini!” seru Pak Briney dari balik ruang kemudi. Aku tersenyum. Ya, memang benar, angin bertiup sepoi-sepoi dan awan putih bersih membubung di langit. “Kalau beruntung, kau bisa melihat hujan meteor malam ini!”

“Hujan meteor?” ulangku. Pak Briney mengangguk. “Sering ada hujan meteor di langit Hoenn. Makanya, hanya di sini saja terdapat Pusat Penelitian Ruang Angkasa!” jelas Pak Briney bangga. Wah, sepertinya menarik!

Malam hari pun tiba. Kami semua berkumpul di dek. Cuaca cerah masih menemani hingga malam hari, bahkan langit bersih dari awan kali ini. Mendekati tengah malam, aku melihat sejurus cahaya terang melintas di langit. “Haa, lihat, itu meteornya!” tunjuk Pak Briney girang. Tak lama kemudian, beberapa garis cahaya lainnya melintas, menyusul yang sebelumnya. Indah bukan main! Benar-benar hujan meteor!

***

Sementara itu...

“Aah, data yang diberikan Tuan Stone memang benar,” gumam seorang pria setengah baya. Ia sedang melirik langit dari balik teropong antariksa raksasanya. Tiba-tiba dua orang anak muda, laki-laki dan perempuan, datang memasuki ruangan itu. “Ah! Tate! Liza!” panggil pria itu pada kedua bocah tersebut. “Kalian sudah melihat hujan meteornya?”

Kedua anak kembar itu mengangguk. “Ya! Sangat indah, paman!” Tate menyahut. Pria setengah baya itu tertawa. “Apa menurut kalian ada Pokemon di dalam meteor itu?”

Kedua anak itu saling pandang, lalu mengangkat bahunya. Pria yang mereka panggil Paman itu mengambil setumpuk kertas laporan dari koper bertuliskan ‘DEVON’ dan menyuruh mereka mendekat. “Kau tahu? Paman sudah menemukan bahwa Pokemon pun ada yang berasal dari luar angkasa!”

Tate dan Liza terbelalak. “Benarkah, Paman?” tanya mereka berbarengan. Pria setengah baya itu mengangguk, senyuman mengembang di wajahnya. “Ya... dan konon, Pokemon itu bisa mengabulkan permintaan apa saja... Menarik, bukan?”

No comments:

Post a Comment