Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Sunday, November 20, 2011

Bagian 45 - Mengendap-endap di Gua

~Masih Sudut Pandang Chisa...~

Pagi-pagi sekali aku bangun. Aku menggelar semua peralatan yang kubutuhkan di atas kasur. Sepuluh buah PokeBall, lima Super Potion, tiga Full Heal, dua Super Repel, dan beberapa Berry. Semuanya kutata rapi di dalam tas. Yosh! Aku sudah siap!

“Mau ke mana pagi-pagi begini?” tanya Drew begitu aku menginjak tangga. Aku terlonjak kaget. “Huh, bikin kaget... aku mau ke gua Meteor Jatuh,” jelasku.
Drew yang sedang mengelap piring menghentikan pekerjaannya. “Untuk apa ke sana?”
“Umm... mencari... yah, Pokemon yang kuincar sejak lama!” kataku.
“Pokemon incaran...?” Drew tampak berpikir. Tiba-tiba ia terlihat kaget. “Oh? Mungkinkah... kamu mencari Pokemon Legenda itu?”

Aku mengernyitkan alis. “Pokemon Legenda apa?” tanyaku heran. “Aku yakin Pokemon yang kucari itu bukan Legenda, hanya saja dia memang cukup langka,” lanjutku. “Memangnya ada Pokemon Legenda apa di gua itu? Aku baru tahu.”

“Hmm... dia itu...” Drew membiarkan kalimatnya menggantung beberapa detik. “Semua orang di dunia ini menginginkannya... Pokemon yang bisa mengabulkan berbagai macam permintaan...”

***

Huff, huff... di luar dugaan, jalan ke Gua Meteor Jatuh ternyata cukup jauh!! Keluar ke timur Fallarbor, aku harus berjalan melewati danau dengan air terjun besar di sisi lainnya, lalu berjalan melewati bukit-bukit kecil. Belum lagi ada banyak Trainer di bukit-bukit ini!! Syukurlah Blazzy dkk. bisa mengalahkan mereka semua. Siapa dulu dong, Pokemonku!

Kira-kira pukul setengah delapan—tadi aku berangkat pukul enam—aku sampai di mulut gua besar di pojokan kompleks bukit-bukit. Di dekatnya, ada plang kayu usang bertuliskan “Gua Meteor Jatuh”. Jadi, aku yakin aku tidak salah tempat. “Siap, Blazzy? Idea? Mach?” bisikku sambil menatap mereka. Mereka bertiga mengangguk penuh semangat.

Bagian dalam gua itu ternyata luar biasa indah! Stalaktit dan stalagmit terlihat di beberapa bagian gua. Dan yang lebih mengagumkan, ada sebuah air terjun yang mengalir di dalam gua ini! Bukan air terjun kecil. Ukurannya lumayan besar dan lumayan tinggi. Pasti ini asalnya dari danau yang tadi kulewati.

“Hmm... kalau nggak salah... menurut buku ini...” aku mengambil buku saku tua dari tasku. “Bagon hanya dapat ditemukan di sebuah ruangan kecil di belakang gua ini. Cara satu-satunya untuk mencapai tempat itu...” aku mengernyit untuk membaca tulisan yang sudah tidak jelas di buku tua itu. “Dengan... memanjat air terjun ini?!”

Hah, yang benar saja!! Air terjun ini tingginya paling tidak lima sampai delapan meter, permukaannya licin, plus aku tidak punya Pokemon yang bisa terbang!! “Aduuh, gimana dong ya?”

Bruakk!! “Uwaahh!!” sial, aku terpeleset lantai batu yang licin dan jatuh terjengkang. “Adududuhh...” keluhku sambil mengusap-usap punggungku yang terasa sakit sekali. Isi tasku berhamburan sebagian; beberapa Poffin dan PokeBlock yang kemarin kubuat bersama Drew terburai keluar. Aku buru-buru membereskannya, dibantu Blazzy, Mach dan Idea. Tapi tiba-tiba, syuut!!

“Eh? Apaan itu barusan?” seruku kaget. Sekelebat bayangan besar menyambar Poffin-ku! Pasti Pokemon liar! Kulihat sekelilingku. Ah, itu dia! Ada seekor Golbat sedang bergantung terbalik di langit-langit gua, dan Poffin berwarna hijau berada di antara taring-taringnya.
“Hei, Golbat! Kembalikan Poffin-ku!” aku berseru. Tapi... aduh, aku bodoh atau gimana, sih? Memangnya dia bisa mengerti, ya? Golbat itu tidak sedikitpun menggubrisku, dan memakan Poffin-nya seperti kelaparan. Tapi tiba-tiba saja ia melepehkannya dan terbatuk-batuk.
“Dasar! Pasti dia bukan tipe yang suka Poffin pahit,” gumamku. Di luar dugaan, Golbat itu terbang ke depanku. Ia mengeluarkan geraman-geraman aneh dan mengepak-ngepakkan sayapnya dengan kesal. Hah? Mau apa dia?



“Tu... tunggu... aku tahu kamu nggak suka, tapi jangan marah sama aku, dong!” aku berusaha menjelaskan. Tapi Golbat itu tetap marah dan berusaha protes dengan caranya sendiri—yang tentu saja tidak sepenuhnya kupahami. “Oke, oke, aku kasih kamu satu Poffin lagi! Pilih sendiri yang kamu suka!”

Kurogoh tasku dan mengeluarkan 4 Poffin: Biru, Kuning, Pink dan Merah. Si Golbat mengendus semuanya satu persatu, lalu melahap Poffin berwarna merah. Ia kelihatannya senang sekali!

“Suka Poffin merah, tidak suka Poffin hijau. Sifatnya Naughty—nakal, pantas kau suka mencuri begitu,” gumamku. Yah, dengan mengetahui rasa Poffin yang disukai dan tidak disukai, aku bisa dengan mudah menebak sifat Pokemon itu. Begitu ia selesai makan, aku bertanya, “Hei, Tuan Golbat, maukah kau mengantarku ke atas air terjun?”
Tanganku menunjuk ke puncak air terjun yang tidak terlalu jelas dari bawah sini karena keadaan di dalam gua yang agak gelap. Si Golbat mendongak. Dan tanpa kuduga, ia menganggukkan kepalanya dengan senang.

“Baiklah kalau begitu!” seruku sambil memasukkan ketiga Pokemonku ke dalam PokeBall. Golbat mencengkeram bahuku dan mengepakkan sayap dengan sekuat tenaga... sekuat tenaga... uh-oh, aku jadi sedikit merasa bersalah, nih. Kayaknya badan plus bawaanku lumayan berat buatnya. Tapi, akhirnya si Golbat berhasil juga menerbangkanku dan mendaratkanku dengan selamat di puncak air terjun. Pertama kalinya aku terbang dengan Pokemon! Benar-benar bikin tegang. Tapi untung tidak terjadi apa-apa.

“Huff... berhasil! Terima kasih banyak, Golbat!” seruku sambil melemparkan sebuah Figy Berry padanya—ucapan terima kasih. Dengan gembira ia menangkap Berry itu dan terbang ke seberang gua, bergabung dengan beberapa Zubat dan Golbat lainnya.

Kukeluarkan kembali Idea, Mach dan Blazzy. Kami segera berjalan menyusuri gua, memasuki lorong demi lorong. Aku tidak punya peta bagian dalam gua, jadi aku hanya bisa mengandalkan insting sambil berharap aku tidak kesasar. Untung saja, sungai-sungai kecil yang mengalir di dalam gua sepertinya bisa jadi petunjuk arah, mengingat mereka semua mengalir menjadi satu ke air terjun tadi.

Setelah beberapa jam berjalan, aku dan Pokemonku mulai lelah. Saat hendak beristirahat, tiba-tiba aku mendengar suara yang samar. Suara manusia. Suara beberapa manusia, tepatnya. Ah, mungkin itu cuma beberapa Pelatih Pokemon yang juga sedang mencari sesuatu di sini, batinku.

Tapi, beberapa jam tidak melihat manusia membuatku tertarik ingin menghampiri asal suara. Maka aku pun urung beristirahat dan mengajak Pokemonku untuk berjalan sedikit lagi. Mereka protes, sih, tapi aku tidak peduli. Soalnya, kalau aku sendirian saja di gua ini, bisa bahaya juga. Bersama manusia lain pastinya lebih aman...

“...awas!! Lu—aargh!!!”

Aku terkesiap mendengar suara teriakan itu. Suara laki-laki. Terlebih lagi, sepertinya aku mengenal suara itu... aku pun berjalan kembali sampai akhirnya aku tiba di jalan buntu di sebuah ruangan besar. Jalan buntu itu letaknya lebih tinggi beberapa meter dari lantai di sekitarnya, dan rupanya suara itu berasal dari bawah jalan buntu tersebut. Aku pun mengintip ke bawah.



Oh. Ya ampun.

Itu Luna. Rei yang sombong nan menyebalkan. Tunggu dulu—kaki Rei mengeluarkan darah! Lalu ada Pokemon-Pokemon mereka. Seorang cowok berambut biru tua jabrik yang tidak kukenal. Seekor Vaporeon yang sepertinya di pihak cowok berambut biru itu. Dan... sekawanan penuh Bagon dan Shelgon! Hanya saja, ada yang aneh. Naga-naga itu, entah kenapa, warnanya kelabu gelap, dan mata mereka bersinar aneh. Mengerikan. Apa yang sedang terjadi, sih?

“Rei!” Luna berseru. Wajahnya terlihat lelah dan khawatir. “Reef! Hentikan semua ini!” hardiknya. Sepertinya ditujukan pada si cowok berambut biru. Jadi namanya Reef, akan kuingat-ingat. Sepertinya dia tokoh antagonis kali ini. “Hmph. Baiklah. Aku akan mempertimbangkan untuk tidak mengganggu misi kalian, Ranger, lagi, asalkan...” Reef menunjuk ke arah Rift, Swampert milik Luna. “Kau serahkan anak itu padaku. Kau tahu, dia itu kuat sekali. Dan ketertarikanku padanya tidak berubah seperti waktu pertama bertemu.”
“Langkahi dulu mayatku! Rift, Hydro Pump!” perintah Luna. Rift menembakkan air dari mulutnya, namun Vaporeon milik Reef berhasil melindungi tuannya. “Sekarang giliran kalian, Bagon dan Shelgon-bayangan, tunjukkan betapa kuatnya Pokemon Bayangan pada gadis ini. Sekali lagi.”

Seketika saja para Bagon dan Shelgon aneh itu menyerang Luna dan Rei membabi buta. Namun Pokemon-Pokemon mereka melindunginya. Huh, ini... gawat... aku harus membantu mereka... terlebih Rei sedang terluka parah! Tapi, apa yang bisa kulakukan?
Kulihat Reef. Cowok itu sedang tertawa-tawa sendiri seperti psikopat. Ia berdiri tepat di samping sebuah sungai kecil. Jaraknya tidak jauh dari tempatku berada. Ah! Aku dapat ide... ide gila, sih. Segera saja kubisikkan rencanaku itu pada Idea, Mach dan Blazzy. “...Nanti, pastikan kalian membereskan sisanya setelah sampai di bawah,” ujarku mengakhiri penjelasan strategi. Mereka bertiga mengangguk.

“Baiklah... saatnya pembuktian kalau Chisa Crystalune tidak lemah!” tekadku. Aku pun melangkah ke tepi jalan buntu itu, menatap lurus ke arah Reef yang tidak awas, dan menarik napas dalam-dalam. Kalau ini bisa membantu Luna, atau bahkan, membuatku bisa melanjutkan perjalananku dengan Luna lagi, akan kulakukan. Tanpa ragu.

Satu... dua... tiga...

“HIYAAAAA!!!!!” Aku berteriak seperti tarzan. Aku, Idea, Mach, dan Blazzy melompat dari tempat kami tadinya berdiri, dari ketinggian sekitar tiga meter, siap menerjang si Reef sialan!

No comments:

Post a Comment