Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Tuesday, November 1, 2011

Bagian 43 - Kembali

~Sudut Pandang Chisa~

“Haaahhh...”
Dengan lesu, aku berjalan mengikuti cowok-Ranger-pirang-entah-siapa yang katanya akan mengantarkan aku kembali ke Verdanturf. Uuhh! Padahal sudah jauh-jauh aku dan Luna ke sini, tapi aku sudah harus kembali secepat ini. Nggak adil!

Blazzy, Idea dan Mach, yang berjalan di depanku, juga tertunduk lesu. Aku tahu, mereka sudah lama menginginkan petualangan. Tampil di Kontes Pokemon di berbagai kota, bertarung dengan berbagai jenis Pokemon... Mereka sudah lama kulatih untuk itu. Tapi sayangnya... semua harus berakhir... dan bahkan, aku belum sempat mengucapkan selamat tinggal pada Luna! Om-om pedofil itu malah membawanya pergi! Mendadak aku bergidik mengingat hal itu. Uh, aku harap Luna tidak diapa-apakan.
 
“Nah, ayo naik,” kata si cowok Ranger itu sambil membukakan pintu sebuah sedan kecil berwarna merah marun. Aku hanya diam, berpikir. Aku belum mau pulang! Setidaknya sebelum aku bisa berpartisipasi dalam Kontes! Dalam otakku, berkelebat pikiran-pikiran tentang menggunakan Mach untuk menyeruduk si Ranger sampai pingsan, lalu aku bisa kabur dan mencari Luna... Uff, terlalu klise. “Ayo, masuk!” seru si Ranger, mengagetkanku dari khayalanku. Aku hanya menatap kesal padanya. Hu-uh! Nyebelin!

Ranger itu kemudian menyalakan mesin mobil, dan kotak besi beroda itu meluncur menuju batas kota Fallarbor. Kubuka kaca jendela mobil, menatap Kota Fallarbor yang gersang namun begitu indah disiram cahaya matahari senja. Orang-orang masih sibuk dengan persiapan festival, dan semakin banyak lampion-lampion unik bertebaran. Begitu cantik, namun aku cuma bisa merengut melihatnya. Aku ingin ikut Kontes... Aku ingin mendapatkan Salamence... Aku ingin melihat Festival Bulan... Aku... Aku masih ingin berpetualang sama Luna!

Mendadak mobil terguncang. Aku tersentak dari lamunanku. “Hah? Ada apa?” tanyaku heran. Ternyata dari tadi aku keasyikan bengong sampai tidak sadar bahwa mobil ini sudah mencapai Rute 113. Dan pertanyaanku seketika terjawab ketika aku melihat sekumpulan Pokemon berwarna coklat krem mengerubungi mobil. Spinda! Banyak sekali Spinda! Aku ternganga.


“Sial! Mereka tidak mau pergi!” geram si Ranger sambil menekan klakson mobil berulang kali. Namun para Spinda itu masih belum menyingkir. Mereka tetap asyik berjalan sempoyongan, oleng ke kanan atau kiri, dan berputar-putar—itu Tarian Keseimbangan alias Teeter Dance, gerakan khas para Spinda. Aku tidak peduli dengan si Ranger yang terus menekan klakson dan memperhatikan gerakan para Spinda. Terus... Ukh! Aku terburu-buru mengalihkan pandanganku. Aku hampir lupa, kalau jurus khas Spinda itu bisa membuat orang yang melihatnya jadi kebingungan. 

“Uwwaahh!” tiba-tiba si Ranger mengerang sambil memegangi kepalanya. Kulirik ia dari kaca spion di dalam mobil. Mata Ranger itu tampak tidak fokus, sesekali berputar-putar tidak jelas. Uh-oh, sepertinya Ranger itu terkena efek Tarian Keseimbangan-nya Spinda!
“Kesempatan! Idea, Nyanyian!” aku melemparkan Pokeball dan mengeluarkan Idea. Kututup telingaku rapat-rapat saat Idea mulai mengeluarkan nyanyian yang begitu menghanyutkan. Perlahan-lahan, Ranger payah itu berhenti mengerang dan mulai ngorok. “Trims, Idea!” ucapku, dibalas dengan meongan manja Idea. Kubuka kunci pintu mobil dan membukanya dengan hati-hati, waspada supaya aku tidak terkena efek Tarian Keseimbangan.
“Mach, Blazzy, keluarlah!” Kini kukeluarkan Mach dan Blazzy dari Pokeball-nya. Aku merogoh-rogoh tas selempangku dan mengeluarkan tiga butir Lum Berry. Kuberikan masing-masing satu pada setiap Pokemonku. “Hati-hati, ya! Singkirkan sebanyak mungkin Spinda, dan kita akan kembali ke Fallarbor!” ujarku memberi komando pada ketiga Pokemonku. Mereka mengangguk dengan semangat dan meloncat keluar dari mobil begitu kubuka pintunya lebih lebar. “Ayo, Mach! Blazzy! Idea!”

Dengan menggigit Lum Berry di mulut mereka, ketiga Pokemonku itu mulai menjatuhkan para Spinda yang menghalangi jalan kami menuju Fallarbor. Mach memimpin di depan, ia mengeluarkan Lengkingan—Screech, dan melemahkan para Spinda yang menghalangi jalan. Idea di belakangnya menggunakan ekor besarnya untuk menyapu Spinda. Lalu Blazzy... Lho, di mana Blazzy?

“Cip cip!” Bruk! Seekor Spinda jatuh tak berdaya di samping kakiku. Oooh, di sana rupanya si Blazzy! “Blazzy! Jangan jauh-jauh!” panggilku, lalu segera berlari kecil mengejar Mach dan Idea yang sudah jauh di depan.

***

“Kyaaahh... Akhirnyaaaa!” seruku lega ketika kami akhirnya sampai di pinggir Kota Fallarbor. Aku menoleh ke belakang, ke arah Rute 113 yang kini mulai diselimuti abu dari Gunung Chimney. Jujur saja, aku merasa saaaangat bersalah sudah menyakiti Spinda-Spinda tidak berdosa itu, tapi apa boleh buat, itu satu-satunya cara untuk bisa kembali ke kota ini. “Oke, Mach, Idea, kalian boleh istirahat sekarang,” kataku sambil memasukkan kedua Pokemon itu ke dalam bolanya. Aku sengaja membiarkan Blazzy—yang dari tadi sebenarnya tidak banyak kerja, nggak seperti kedua temannya—untuk jaga-jaga kalau aku berpapasan dengan Ranger.

Saat itu, malam sudah mulai menyelimuti. Tanpa buang-buang waktu, aku berlari-lari kecil sambil menyelinap di antara rumah-rumah bata sederhana—persis maling. Malam itu sudah sangat ramai, padahal festivalnya baru dimulai besok. Sambil terus berjalan—sesekali mengendap-endap—aku mencoba mencari-cari Pokemon Center, karena menurutku Luna pasti menginap di dalamnya. Ah! Itu dia! Mataku menangkap sebentuk gedung berwarna merah dan putih di salah satu sudut kota.


Kuayunkan langkahku menuju gedung itu, tapi mendadak aku terdiam saat sesuatu melintas di benakku. Luna dan Rei... mereka sedang bertugas, ‘kan? Bukannya kehadiranku justru bakal mengganggu mereka? Kuhembuskan napas dalam-dalam, lalu memutar langkahku. “Kita kembali saja, Blaz,” gumamku lirih ketika Blazzy menatapku dengan pandangan bingung. “Om-om itu benar... Aku tidak seharusnya bersama Luna. Dia seorang Ranger. Dia pasti punya tugas sendiri yang sangat penting... lebih penting dari pada berjalan-jalan denganku.” Kakiku menendang sebongkah kaleng Limun kosong yang tergeletak di jalan saat aku menyusuri lorong temaram di antara bangunan-bangunan kota Fallarbor. Tiba-tiba... KLONTANG! “Aduh!” seru sebuah suara.

“Haaah? Eeh?! Kena orang, ya?” aku terkesiap. Aku dan Blazzy berlari menghampiri asal suara di ujung lorong, dan kami hampir pingsan karena terkejut ketika seorang pemuda sebayaku tiba-tiba menyeruak dari ujung lorong tersebut.

“Oi! Kamu ya, yang nendang kaleng itu? Kena kepalaku, tahu?!” hardiknya. “Euuuhh... Ma-maaf... aku tidak sengajaa...” ucapku lirih sambil membungkukkan badan dalam-dalam. Aduuh, bisa-bisanya sih, aku bikin masalah di saat seperti ini! Umpatku pada diriku sendiri.
“Hhh... ya sudahlah, tidak apa-apa,” cowok itu menyahut. Aku pun menegakkan punggungku kembali, dan dengan agak canggung, menatap wajah lawan bicaraku. Cowok itu memiliki wajah bulat yang lucu, matanya yang sebulat wajahnya memancarkan sinar keramahan. Kulit sawo matangnya tertimpa cahaya lampion-lampion yang bertebaran di tepi jalan, terlihat mengilap di beberapa sisi karena terkena peluh.

“Uhm... maaf,” ulangku lagi. Cowok itu hanya mengangguk sambil mengaduk rambutnya yang hitam acak-acakan, matanya mengerling ke gunungan kecil Sitrus Berry yang terhambur keluar dari keranjang rotan yang terguling, tidak jauh dari tempat kami berdiri.
“Aaa!! A-apa aku menumpahkan ini? A-a-aku minta maaaaf!! A-aku bantu, ya?” seruku panik sambil memberdirikan keranjang dan mulai memasukkan Sitrus Berry ke dalamnya. Cowok itu kemudian menghampiriku dan mulai memunguti Sitrus Berry. “Nggak apa-apa,” sahutnya kalem tanpa mendongakkan wajah. Karena dilanda kecanggungan yang amat sangat—apa lagi ini daerah yang benar-benar asing bagiku—aku pun diam saja, dan kami melanjutkan memungut Sitrus Berry dalam diam.

No comments:

Post a Comment