Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Sunday, February 19, 2012

Bagian 46 - Bintang Jatuh

~Kembali ke sudut pandang Luna~

Pagi harinya...


Hoaaahmm. Duuh, masih ngantuuuk... tapi alarm dari PokeNav-ku berdering nyaring tanpa ampun, seolah mengingatkanku akan misi penting hari ini. Ya, hari ini aku dan Rei akan pergi ke gua Meteor Jatuh untuk mengambil serpihan meteor dan membawanya ke Mossdeep. Seharusnya sih ini bukan pekerjaan sulit, batinku. Tapi, omong-omong soal gua... memoriku berkelebat ke beberapa kejadian mengerikan yang kualami di gua. Spear milik teman seperjalananku dulu, Sunny, terluka di gua. Lalu ada ketika Mewtwo menghancurkan gua... dan Haze... Haze melindungiku, tapi dia malah...
“Aaargh!” teriakku kesal. Kok pagi-pagi tapi aku sudah kepikiran hal-hal seperti itu, sih? Serta-merta aku pun menyambar handuk di balik pintu dan beranjak ke kamar mandi.

***
“Gua Meteor Jatuh.”

Rei membacakan plang nama tempat itu keras-keras, seolah-olah aku ini bayi yang tidak bisa baca. Sialan betul orang ini. “Maksudmu? Aku cuma bertanya apa ini benar tempatnya atau bukan,” dengusku.
“Dan aku sudah memberitahukannya padamu bukan, Tuan Putri? Jadi berhentilah mendebat segala tindakanku, akui saja aku memang sudah melakukan hal yang benar... huh, kau benar-benar membuang waktu. Ayo masuk!”
Iiihhh!!! Orang ini menyebalkan sekaliii!!! Kalau saja dia bukan partnerku untuk seluruh sisa misiku di Hoenn ini, aku jamin wajahnya itu sudah penuh dengan bekas-bekas biru. Seperti Poffin Chesto Berry yang pernah ditunjukkan Chisa padaku. Yah, kau tahu apa maksudku.
“Lewat sini,” Rei menunjuk jalan di depannya. Aku diam saja meski diperlakukan menyebalkan begitu. Percuma juga buang-buang tenaga membalas semua perkataan sinisnya. Sambil berjalan, aku malah asyik melihat sekeliling gua. Dindingnya yang berwarna kelabu-ungu, stalaktit dan stalagmit—tapi aku lupa yang mana stalaktit, yang mana stalagmit. Yang atas? Yang bawah? Ah, masa bodo. Dan aku anti bertanya pada si sombong Rei ini, bisa-bisa dia mengejekku habis-habisan gara-gara tidak tahu hal begituan. Tapi mau bagaimana lagi? Aku benar-benar lupa yang mana.
“Naahh... sedikit lagi sampai,” ujar Rei. Ia meregangkan tubuhnya yang kaku sehabis tadi kami memanjat tebing rendah untuk mencapai tempat kami berada. Sebuah ruangan yang cukup besar dengan sungai kecil di sebelah kananku. Di sebelah kiriku, terdapat semacam dinding batu. Namun bagian atas dinding itu tidak berhubungan dengan atap gua. Jadi masih memungkinkanmu untuk berjalan-jalan di atasnya. Dinding-dinding seperti itu ada lumayan banyak di ruangan ini, seperti sekat-sekat. Dan pintu menuju ruangan berikutnya pasti ada di sekitar sini, tapi entah di mana.


“Masih jauh?” untuk pertama kalinya setelah beberapa jam, aku membuka mulut. Sedari tadi aku memang diam saja karena malas menanggapi Rei. Tapi meskipun sudah selama itu aku tidak bicara dengannya, ia sama sekali tidak terlihat peduli. Menyebalkan. “Harusnya sudah dekat. Mau lanjut jalan atau istirahat dulu?”
“Mending kita ist—“
“GRAAAAAWRRR!!!”
Gyaah! Apaan itu?! Aku segera menoleh ke asal suara. Mendadak tanah berdebum keras. Gempa?! Tidak, kurasa bukan... karena aku melihat sebuah pemandangan paling tidak mengenakkan di hadapanku, di seberang ruangan. Tebak apa?
Reef, Vaporeonnya, dan lusinan Bagon dan Shelgon yang berwarna kelabu gelap dan bermata merah menyala. Ya, lusinan. Seketika aku merasa ngeri memikirkan betapa banyaknya Pokemon yang bisa dipengaruhi Reef dengan Styler-nya yang aneh itu! Pastilah itu bukan Styler biasa. Tapi dari mana ia mendapatkan semua itu?
“Ckckck. Ketemu lagi,” cowok berambut biru tua itu berdecak. “Pas sekali. Sepertinya kita sedang mencari satu hal yang sama, kalau tebakanku tidak salah...?”
“Cih, dia sudah tahu soal kepingan meteor,” bisik Rei geram. Aku tidak menjawabnya. Mataku terpaku pada Bagon dan Shelgon bayangan itu. Mereka semua menggeram-geram dan terlihat sangat marah. Membuatku teringat akan bagaimana orang ini melakukannya pada Rift dulu. Dengan satu atau lebih cara, aku yakin para Naga ini bisa diselamatkan... Mereka pasti merasa sangat menderita akibat efek Styler itu...
“Jadi,” Reef memulai celotehannya lagi. “Kuberitahu saja pada kalian. Aku sudah mengitari gua ini dari subuh, dan aku menemukannya. Kepingan meteor itu. Hanya ada satu rupanya, yah, bisa dipahami, karena ukuran meteorit yang mendarat itu memang kecil sekali. Dan biar kuberitahukan satu hal,” Reef menunjuk ke sebuah celah serupa pintu tepat di belakangnya. “Ikuti jalan itu dan kalian akan sampai di bagian puncak gua, tempat meteorit itu berada.”
“Dan apa yang membuatmu begitu berbaik hati memberitahukan kami, Penjahat?” tanya Rei ketus.
Reef tertawa bengis. “Karena aku bosan, teman Ranger-ku,” jawabnya enteng. “Lagipula, apa iya aku dibiarkan berkeliaran bebas tanpa tujuan sementara anggota Ranger Bayangan lainnya sedang sibuk menyusun rencana? Tidak, tidak. Mereka mengirimku ke sana kemari, semua untuk... membinasakan kalian!”
“Apa?!”
“Bagon, Shelgon, serang mereka!” perintah Reef.


Seperti Tauros dilepas dari kandang, Bagon dan Shelgon itu berderap maju dan menghantam, menyeruduk apapun di hadapan mereka. Tak terkecuali aku dan Rei. Namun Vance yang cekatan berhasil menangkis serangan beberapa Shelgon, memberi kami kesempatan untuk menghindar. Aku tak membuang-buang waktu untuk merogoh sakuku dan mengambil semua Pokeball yang kupunya. “Rift! Moe! Kepala-Merah!”
Empat Pokemon itu pun—Vance, Rift, Moe, dan si misterius Kepala-Merah, bahu-membahu melawan para Naga-naga bayangan. Namun apa daya, empat lawan banyak tentu saja tidak seimbang. Tiba-tiba, entah dari mana, seekor Bagon yang terlalu bersemangat melompat ke arahku dan membuka mulutnya lebar-lebar, seolah ingin memakanku.
“Argh!!” aku mengerang ketika Bagon itu menggigit lengan kiriku. Sakit sekali! Kukibaskan lenganku sekuat mungkin. Bagon itu terlempar ke seberang ruangan. Kulihat darah merembes di long sleeve-ku, keluar dari sederetan lubang kecil di sana—bekas gigi Naga itu. Perih sekali, tapi aku harus menahannya sebentar...
“Awas!! Lu—Aargh!!!”
Aku terkesiap. Rei! Seekor Bagon lain yang nyaris mencakarku rupanya telah digagalkan usahanya ketika cowok itu... melindungiku? Yang benar saja? Tapi begitulah. Kulihat celana panjang Rei robek parah di bagian kanan bawah, dari sana darah mengucur deras. Ya ampun! “Bah, kalian ternyata tidak seru,” kudengar komentar Reef, masih dari tempatnya semula. Sialan benar orang itu! Tiba-tiba kudengar Rei mengerang pelan, tubuhnya oleng. “Rei!” panggilku, berusaha mencegahnya pingsan. Cepat-cepat kutahan tubuhnya dengan kedua tanganku.

“Reef, hentikan semua ini!” seruku. Aku benar-benar sudah habis kesabaran. Mana sekarang dia pakai cara kasar! Keterlaluan! Tapi Reef hanya mendengus, seolah-olah semua ini lucu baginya. Kemudian ia berdeham. “Hmph. Baiklah. Aku akan mempertimbangkan untuk tidak mengganggu misi kalian, Ranger, lagi, asalkan...” Ia membiarkan kalimatnya menggantung, sebelum ia menunjuk Rift yang sedang berdiri di tengah ruangan. Kawanan Bagon dan Shelgon itu baru saja pergi semuanya. Glek. Perasaanku tidak enak. “Kau serahkan anak itu padaku. Kau tahu, dia itu kuat sekali. Dan ketertarikanku padanya tidak berubah seperti waktu pertama bertemu.”

Tidak, tidak lagi!! “Langkahi dulu mayatku! Rift, Hydro Pump!” ucapku memberi perintah. Rift segera menangkap perintahku dan menyemburkan air berkekuatan tinggi dari mulutnya. Namun lagi-lagi Vaporeon-nya berhasil melindungi Reef. Menyebalkan.

“Sekarang giliran kalian, Bagon dan Shelgon-bayangan, tunjukkan betapa kuatnya Pokemon Bayangan pada gadis ini... Sekali lagi.” Aku tersentak. Ya, beberapa ekor Bagon dan Shelgon lainnya rupanya masih bermunculan di belakang Reef. Tidak sebanyak tadi, tapi pastinya sudah cukup buruk mengingat keadaan Rei sekarang. Tidak, tidak...

Mendadak tubuh Rei merosot. Sial, pingsan di saat seperti ini! Aku tidak bisa menyalahkannya, ia pasti kehilangan banyak darah... sambil berusaha menghindari Bagon dan Shelgon yang datang lagi, aku menjatuhkan tasku dan mengobrak-abrik isinya, berusaha mencari sesuatu yang bisa menghentikan perdarahan di kaki Rei. Perban? Saputangan? Aaarrghh!!! Tidak ada apapun!!! Bagaimana bisa aku tidak membawa barang-barang penting seperti itu?!

“HIYAAAA!!!” tiba-tiba terdengar teriakan. Apa itu? Tarzan gua? Memangnya ada Tarzan di gua? Bukannya cuma ada di hutan, ya? Aku mendongak, dan akhirnya aku tahu dari mana sumber suara itu.

Chisa dan Pokemonnya—ya ampun, entah dari mana mereka—terjun bebas di udara dan menghantam tubuh Reef. Cowok itu tidak menyadarinya, dan akibatnya mereka semua tercebur ke dalam sungai kecil di dekat sana. Oh, kecuali Mach dan Blazzy, yang berhasil mendarat di tanah.
BYURRR!!!

No comments:

Post a Comment