Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Wednesday, July 6, 2011

Bagian 41 - Jagoan Berkepala Merah

Ini... apa?

Yang menetas dari telur itu, rupanya bukan Pokemon Naga seperti yang kubayangkan. Bukan Dratini, yang lucu menggemaskan. Bukan pula Horsea yang imut. Charmander yang belakangan ini jadi favoritku, juga bukan. Eh, Charmander kan memang bukan Pokemon Naga, ya?

Terserahlah. Yang jelas, Pokemon satu ini sama sekali tidak menunjukkan ciri-ciri bahwa ia adalah sesosok naga! Bagaimana tidak? Kepalanya bulat berukuran lebih besar dari badannya sendiri. Taring-taringnya membentuk garis zigzag, yang kalau diperhatikan mirip telur retak. Matanya hitam kecil dengan sebentuk warna putih di tengahnya. Badannya, berbentuk seperti tempurung Squirtle. Kaki-kakinya pendek, rupanya seperti pipa. Seluruh badannya berwarna merah bata. Menurutku ia lebih mirip patung tembikar.

“Gruuu?” makhluk itu menggeram pelan. Ia meloncat-loncat kecil, sepertinya tampak senang melihat dunia luar setelah hampir 3 tahun berada di balik cangkang telurnya. Ia menggeram-geram pelan, lalu berjalan berputaar-putar seperti Skitty yang mengejar ekornya sendiri. Aku bengong.

“Hei... kamu ini... apa?” tanyaku bingung. Pokemon aneh itu berhenti berputar-putar. Ia menatapku dengan mata kecilnya yang bersinar-sinar. “Gruu!” ia menggeram lagi sambil membuka-tutup rahangnya. Aku hanya bisa menatapnya sambil sweatdrop.

Tiba-tiba aku tersadar. “Hei! Kepala merah! Aku butuh bantuanmu untuk mengalahkan monster itu,” kataku padanya sambil menunjuk ke arah Vance yang sedang bertarung dengan si makhluk buas buruk rupa. Pokemon kecil berkepala merah itu menoleh ke arah yang kutunjuk, kemudian menatapku sambil mengangguk-angguk. Huh? “Kau mengerti, Kepala Merah?”

Langsung saja si merah itu menggali dan menghilang ke dalam pasir. “Eh? Kamu mau ke mana?!” tanyaku panik. Namun percuma. Makhluk aneh itu sudah menghilang! Mati aku.

“GROAAAAARGGHHH!!!” terdengar raungan yang mengerikan. Uh, itu si monster bergigi besar itu! WHUUUSSSHH!!! Mendadak saja badai pasir yang tadi mulai mereda malah berhembus lagi. “Ugh!” Cepat-ceoat kupakai lagi Go-Goggles-ku. Sebaiknya aku bantu Rei saja, deh, dari pada menunggu kepala merah aneh itu. Tapi, aku tidak membawa Pokeball satu pun, memangnya aku bisa apa, coba?

Kemudian, suara raungan monster gigi besar itu terdengar lagi. Aku segera berlari mendekat. “Ada apa?” tanyaku pada Rei dan Chisa yang terpaku. “Itu apa?” tanya Chisa sambil menunjuk ke arah si monster. Oh! Itu si merah-merah! Makhluk kecil itu sedang menggigiti kepala si monster. Ya ampun, makhluk sekecil itu melawan monster yang tingginya hampir 2 meter! Rupanya tadi ia menggali ke dalam pasir dan menyerang monster itu!

“Yeaah! Ayo kalahkan dia, Kepala Merah!!” seruku memberi semangat. Rei dan Chisa hanya bisa menatapku kebingungan. Hahahah! Biarkan sajalah. Sementara itu, si Kepala Merah masih gigih membenamkan taring-taring kecilnya di kepala monster. Monster yang mengamuk terus mengayun-ayunkan kepalanya, berusaha agar si Kepala Merah terlempar. Tapi nyatanya, si kecil itu kuat sekali. Yah, meskipun, tetap saja, badannya yang lebih kecil dari kepalanya itu melayang-layang di udara. Kalau diperhatikan, lucu juga. Sementara itu, Vance yang tadi sempat terdiam kelelahan karena terkena serangan-serangan kuat si monster, tampak termotivasi dengan aksi Kepala Merah dan mulai melancarkan serangan lagi.

“Rei, sekarang saatnya!” kataku pada Rei. Ia mengangguk mengerti. Dikeluarkannya Styler miliknya, dan capture disc dilemparkan. Dengan perhatian si monster teralihkan oleh ulah si Kepala Merah dan Vance, penangkapan akan jadi lebih mudah. Whrr... capture disc berputar-putar cepat mengelilingi tubuh raksasa si monster. Aku mengawasinya dengan seksama, mengantisipasi sentuhan antara si monster dengan capture line, yang bisa menggagalkan penangkapan. Hei, tunggu dulu. Ini ‘kan kerjaannya Rei, kenapa aku yang repot?

“Berhasil!” seru Rei. Seketika tubuh si monster dikelilingi lingkaran cahaya putih. Kepala Merah segera melepaskan gigitannya dan melakukan lompat salto di udara. Hup! Mendarat dengan sempurna di luar lingkaran. Gila, si kecil ini jago juga rupanya. Sementara itu, si monster kini sudah tampak lebih tenang. Bersamaan dengan itu, badai pasir yang menderu sejak tadi sekarang sudah benar-benar reda.

“Ke... Kereeeeeeeeeeeeeen!!!” seru Chisa kagum. Aku hanya terkekeh. “Baru sekali ini ya, melihat Ranger beraksi?” tanyaku dengan gaya sok keren. Padahal bukan aku yang melakukan penangkapan.

Gadis itu mengangguk. “Iya! Selama ini aku cuma nonton lewat TV saja. Ternyata... Jauh lebih keren aslinya!” ujarnya menggebu-gebu. Aku hanya terkekeh-kekeh dengan sotoy.

“Nah, Nona-nona, sekarang sepertinya kita harus segera kembali ke Fallarbor. Sebelum lebih banyak lagi monster menyerang kita,” kata Rei, masih dengan tampangnya yang tidak acuh. Aku mengangguk mengiyakan. “Oh ya...”

“Ada apa lagi?” tanya Rei yang sudah bersiap-siap kembali ke mobilnya.

“Anak ini...”

Aku berjongkok di hadapan si Kepala Merah yang sedari tadi mengikutiku. Kutepuk pelan kepalanya yang bulat lonjong. “Hei, kau mau ikut denganku?”

Di luar dugaan, makhluk itu mengangguk senang dan melakukan lompatan-lompatan kecil. Lucu sekali! “Baiklah, ayo ikut denganku,” ajakku.


“Pokemon apa ini, Luna?” tanya Chisa penasaran. Aku hanya mengangkat bahu. “Entahlah. Ia menetas dari telurku yang hilang tadi itu.”

Mulut Chisa membulat. “Ohh...” gumamnya. “Aneh, aku nggak pernah lihat yang begini...”

“Mungkin bukan berasal dari sini. Aku juga tidak pernah lihat yang seperti ini,” balasku.

“Eh, tapi, siapa tadi yang memberikannya padamu?”

“Reiji Ozora, Pelatih Pokemon Naga dari Blackthorn itu.”

“Wuaaah! Kau pernah bertemu dengannya? Kereeeeen!” seru Chisa lagi. “Tahu nggak? Aku ingin sekali punya Salamence yang keren seperti dia!”

“Kalau begitu, kau beruntung,” timpal Rei. “Di dekat kota Fallarbor nanti kamu bisa menemukan tempat satu-satunya yang ada Bagon di Hoenn ini.”

Chisa mengangguk penuh semangat. “Yap! Gua Meteor Jatuh itu ’kan? Aku juga sudah berencana ingin ke sana!” kata Chisa. “Kalau untuk Kontes, aku yakin dia bisa ikut kategori Pokemon Terkeren! Pasti hebat!” tutur Chisa bersemangat. Aku hanya tertawa kecil melihat gadis energik itu.

 “Nah! Itu dia mobilku!” seru Rei sambil menunjuk seonggok besi beroda yang nangkring di atas gundukan pasir kecil. Segera saja ia melompat ke belakang kemudi, diikuti Vance yang dengan cekatan segera menguasai kursi di sebelah majikannya. Aku, Chisa, dan si Kepala Merah duduk manis di kursi belakang. Rei pun langsung tancap gas dan melesat menuju Kota Fallarbor, kota kecil di balik Gunung Chimney yang selalu dihujani abu.

No comments:

Post a Comment