Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Saturday, June 18, 2011

Bagian 40 - Sosok Naga?

“Siapa itu yang bicara?!” hardikku. Aku melihat ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa kecuali aku, Chisa, dan Pokemon-Pokemon itu. Aku menelan ludah. Well, bukan sekali ini saja sih aku diajak bertelepati dengan Pokemon...

Chisa menatapku dengan wajah bingung. “Bicara apa? Tidak ada yang bicara,” ujarnya pelan. Hah? Yang benar? Batinku bingung. Jadi... mungkin itu memang benar telepati dari Pokemon-Pokemon aneh ini? Tapi, kenapa hanya aku yang mendengarnya? Kenapa hanya aku yang diajak bicara?

Itu karena... dia hanya memilihmu.

Suara itu lagi! “Kau dengar yang barusan? Barusan ada yang ngomong!” seruku pada Chisa. Tapi gadis itu menggeleng. “Tidak ada yang bicara selain kita, Luna...” sahutnya. “Kau... baik-baik saja, kan?”

“Uhh... nggak tahu, deh...” gumamku. Badai pasir sudah lebih reda dari sebelumnya. Tapi para Baltoy dan Claydol itu masih tetap berputar-putar dan memancarkan cahaya aneh dari mata mereka. Sekarang aku benar-benar ngeri.



“Jadi... Baltoy, Claydol, siapa yang kalian maksud dengan ‘dia’?” tanyaku takut-takut. Hening. Mereka masih tetap pada posisi. Pertanyaanku cuma dijawab oleh deru badai pasir.

“Umm... Luna, kau bisa bicara dengan mereka?” Chisa bertanya dengan takjub. Aku cuma mengangkat bahu. “Jadi... Haloo, Baltoy? Claydol?”

Mendadak terdengar deru lainnya yang lebih keras. Seperti bunyi mesin. Aku dan Chisa menoleh. Apa lagi kali ini? Tiba-tiba, para Baltoy dan Claydol mulai beranjak pergi.

“Hei! Tunggu! Kalian belum menjawab pertanyaanku! Siapa itu ‘dia’?!” seruku. Tapi percuma, mereka sudah menghilang di antara pasir-pasir yang beterbangan. Argh, sebenarnya ada apaan, sih? gumamku dalam hati sambil menggaruk-garuk kepala.

Tiba-tiba Chisa mencolek pundakku. “Hei, Luna, lihat...” Ia menunjuk ke arah sebuah bayangan yang berkelebat di antara pasir. Aku memicingkan mataku. Nah, sekarang apa lagi? Bayangan itu semakin dekat, dan...

“Hoi! Sedang apa kalian?”

Eh, ternyata itu manusia! Lebih tepatnya, seorang laki-laki berpakaian seragam Ranger yang menaiki mobil off-road kap terbuka. Aku tak bisa melihat jelas wajahnya karena ia menggunakan Go-Goggles yang persis sepertiku dan sebuah kupluk merah dengan motif Pokeball berwarna hitam. Tunggu dulu... jadi... dia Ranger?

“Kau siapa?” tanyaku. Orang itu turun dari mobilnya. Bersamaan dengan itu, seekor Linoone meloncat ke pundaknya. Ia mengeluarkan semacam tanda pengenal dari saku rompi merahnya. “Aku Rei Alexander, Ranger level 7 dari Persatuan Ranger Kota Fallarbor,” sahutnya tenang. “Dan kau, Luna Kouga, Ranger level 6 dari Persatuan Ranger Kota Ring. Benar begitu?”

Aku melotot. “Tahu dari mana?”

“Browser versi 2, dilengkapi GPS dan bisa melacak keberadaan seorang Ranger di wilayah mana pun di seluruh dunia hanya dengan memasukkan ID-nya,” balasnya kalem. 

Chisa tampak kebingungan. Ia bergantian menatapku, lalu cowok itu, lalu aku lagi. “Err... jadi... Kalian ini... Ranger?”

Aku hanya mendesah, lalu mengangguk. “Maaf tidak memberitahukanmu lebih awal, Chisa. Aku harus menjaga rahasia,” ucapku.

Cowok bernama Rei itu menatap kami bergantian. “Tunggu dulu, dia ini siapa? Tidak ada kabar kalau akan ada warga sipil di dalam misi. Itu dilarang.”

“Eeh?! Jadi... aku nggak boleh ikut dengan Luna lagi?” tanya Chisa. Air mukanya berubah. Oh, sepertinya ia akan memasang tampang memelas lagi... namun Rei membalas dengan simpel saja, “Itu peraturannya.”

“Tapi...”

Aku berdeham. “Baiklah, baiklah, ini salahku. Tuan Rei, bisakah setidaknya kita mengantarkan dia ke Fallarbor dulu? Kita bisa bicarakan lagi di sana,” kataku menyarankan. Rei melirikku. Ekspresinya tidak berubah. Sejurus kemudian, ia menghela napasnya.

“Terserah kau saja. Sekarang, ayo naik.”

Aku dan Chisa bangkit mengambil tas kami, lalu meletakkannya di jok belakang. Tiba-tiba aku teringat. Oh iya! Telur Pokemon Naga pemberian kak Reiji! Buru-buru kuambil alat pencari—atau nama kerennya, Itemfinder—dari dalam tasku.

“Ada apa, Luna? Cepat naik!” seru Rei. “Tunggu dulu, aku masih harus mencari sesuatu,” balasku sambil menutup pintu mobil dan berlari menembus badai pasir. “Waa! Luna, aku mau ikut!” seru Chisa dari belakang.

Kunyalakan Itemfinder itu. Biip biip! Oh, cepat sekali reaksinya! Alat itu langsung mengeluarkan bunyi, yang menandakan kalau ada benda-benda tertentu di sekitarnya. Aku pun berjalan ke sana ke mari, sambil memperhatikan sekitarku. BIIP BIIP BIIIPP!! Mendadak suara Itemfinder menjadi sangat keras. Itu tandanya kalau ada suatu benda yang sangat dekat denganku.

“Oh! Ini dia telurnya!” seruku senang. Segera kupungut Telur Pokemon yang tergeletak tak jauh dari kakiku. “Syukurlah dia tidak kenapa-napa.”

“Luna! Sudah ketemu?” tanya Chisa yang tahu-tahu sudah ada di belakangku. Ia terlihat terengah-engah setelah berlarian mengejarku. Aku mengangguk senang. “Iya! Ayo sekarang kita pergi ke Fallarbor!”

Baru saja kami hendak berjalan menuju tempat Rei berada, tiba-tiba terdengar raungan keras. Tepat di depan mukaku. Aku terperanjat. “Kyaaaa!!!” jeritku panik. Sesosok Pokemon besar—ya, mulutnya, badannya, gigi-giginya, lidahnya, bahkan lubang hidungnya juga besar! Oh Arceus, Pokemon macam apa ini?! 



“Lunaaa!!” Chisa yang berada di belakangku juga berteriak ketakutan. Pokemon raksasa bertubuh coklat itu meraung keras lagi, kali ini membuatku yakin kalau Pokemon ini selama hidupnya belum pernah bertemu sikat gigi. Ah, lupakan soal itu. Kuraba-raba saku celanaku. Oh shit!! Aku tidak bawa Pokeball satupun! 

“Chisa... aku gak bawa Pokeball...” ucapku padanya dengan wajah pucat. Chisa bereaksi cepat, ia juga meraba-raba saku celananya. 

“Luna... aku... juga gak bawa nih...”

Glek! Matilah kami! Aku dan Chisa mundur teratur, tapi tiba-tiba Pokemon raksasa itu maju perlahan dan menghentakkan kakinya (yang tidak terlihat karena terhalang pasir) sehingga tanah yang kami pijak berguncang keras. Aku goyah dan terjatuh. “Aduh!”

“Jurus Earthquake...” kata sebuah suara di belakangku. Rei! Ia mengulurkan tangannya padaku dan Chisa, membantu kami berdiri. “Rei! Kau bawa tas kami?” tanyaku.

“Tidak. Mana aku tahu kalau ada yang beginian,” ujarnya kalem sambil menunjuk ke arah Pokemon yang mengamuk itu. Uuh, wajahnya itu, membuatku ingin mencincangnya! Tapi sebaiknya nanti dulu deh. Atau sebaiknya aku umpankan saja dia ke Pokemon ini? Heh, ide bagus.

“Tidak ada pilihan lain... Vance, Extremespeed!” seru Rei. Seketika Linoone yang sedari tadi melingkar di bahunya melompat dan mulai menyerang si Pokemon raksasa. Perbandingan ukuran yang tidak sesuai. Aduuh, bagaimana ini?



Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu yang berguncang di antara lenganku. Oh... Telurnya? Iya! Telurnya! Telur Naga pemberian Kak Reiji berderak-derak dan retakan-retakan mulai muncul. Aku mundur sedikit, berlutut di atas pasir yang lembut dan meletakkan telur itu di atas pasir. Dengan harap-harap cemas, aku menunggu telur itu menetas sepenuhnya. Pokemon Naga apa yang akan keluar dari telur ini...?

KRAAAK...

Yes! Telurnya sudah menetas! Tapi, hei, tunggu dulu... Pokemon apa ini!?

1 comment:

  1. Wow! KEren! Kak L suka bagian yang...

    "Sesosok Pokemon besar—ya, mulutnya, badannya, gigi-giginya, lidahnya, bahkan lubang hidungnya juga besar! Oh Arceus, Pokemon macam apa ini?! "

    Btw, gambarnya rusak tuh...

    ReplyDelete