Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Sunday, June 12, 2011

Bagian 39 - Hujan Pasir

Kesan pertama yang kudapat ketika berkenalan dengan Chisa adalah, dia adalah anak rumahan, hampir tidak pernah pergi terlalu jauh dari tempat tinggalnya, dan agak penurut, tapi...

...ternyata semuanya salah.

Dia tak ubahnya seperti Zigzagoon kecil yang hiperaktif dan selalu ingin tahu. Bayangkan, baru beberapa langkah meninggalkan Kota Mauville menuju gurun pasir di rute 111, dialah yang paling bersemangat. Sambil berlari-lari kecil, ia berjalan kian kemari; mengamati pohon Berry yang tumbuh liar di tepi jalan, berseru sambil menunjuk ke arah sekumpulan Marill yang sedang berenang di sebuah kolam, dan banyak lagi hal yang dia lakukan. Aku hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.

Akhirnya, setelah berjalan cukup lama (dan setelah berkali-kali aku harus memanggilnya agar berhenti berjalan ke sana ke mari), kami sampai juga di daerah gurun. Whuuuussshh... Anginnya bertiup sangat kencang, menerbangkan pasir-pasir hingga pandangan jadi sangat terhalang. Tapi sebagai seorang Ranger, pastinya aku sudah membekali diri dengan...

"Go-Goggles!" kataku dengan gaya gaje sambil mengacungkan sebuah goggles yang selama ini selalu menggantung di leherku dengan pola warna khas Ranger: kacanya berwarna gelap dan bingkainya yang terbuat dari plastik karet berwarna merah. "Kau juga sudah bawa kan, Chisa?"

Gadis itu mengangguk. Ia mengeluarkan benda yang mirip dengan milikku itu, hanya saja kacanya berwarna transparan dengan bingkai berwarna biru muda. Ia mencopot kacamatanya dan sebagai gantinya, memasang Go-Goggles itu. Nah, sekarang kami sudah siap!

"Wu-wuaah, badai pasirnya kencang sekalii..." kata Chisa lirih sambil memegangi topinya yang bergambar setengah Pokeball dengan erat. Aku tidak berkomentar, soalnya jika kubuka mulutku sebentar saja, pasir akan masuk ke dalam mulutku. Aku sih sedang tidak doyan makan pasir.

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang begitu besar. Aku dan Chisa seketika diam di tempat. "Apa itu, Luna?" tanya Chisa yang sedari tadi memegangi tanganku agar kami tidak terpisah. Aku hanya mengangkat bahu. "Mungkin cuma suara Pokemon gurun, ayo kita lanjut saja," kataku tenang.

Kami kembali berjalan. Tapi sungguh sulit berjalan di tengah badai pasir setebal ini. Sepatu boot-ku sudah berat karena penuh dengan pasir. Di tengah jalan, suara gemuruh itu terdengar lagi, kali ini lebih keras. "Apaan sih itu?" gumamku. Tiba-tiba aku melihat sekelebat bayangan di antara pasir-pasir. Makin lama makin jelas. Bayangan itu... melaju kencang ke arah kami!

"Chisa!" seruku sambil menarik tangan Chisa untuk menghindari bayangan itu. Brukk!! Tubuh kami terjatuh ke atas pasir yang tebal. "Uuuh... itu tadi apa sih?" tanya Chisa kesal. "Entahlah," sahutku. "Sebaiknya kita hati-hati... Uh? Lho?"

"Ada apa, Luna?"

"Telurnya... telurnya hilang!"

"Telur apa?"

"Telur yang diberikan oleh Kak Reiji..."

Aku celingukan, melihat sekelilingku. Telur Pokemon yang diberikan oleh kak Reiji Ozora, sang Penjinak Naga asal Blackthorn hampir dua tahun yang lalu, lenyap dari tasku. Aduuh, bagaimana ini, gumamku panik. Aku berjalan ke sana ke mari mencarinya, tapi percuma, yang kulihat cuma pasir dan pasir.

"Masih nggak ada, ya?" Chisa bertanya. Aku hanya menggeleng. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu menubrukku dari belakang. "Aaaw!!" aku berteriak kaget. "Luna?!" Chisa cepat-cepat menghampiriku dan membantuku berdiri. "Kamu nggak apa-apa, kan?"

"Iya... tapi yang tadi itu apaa?" tanyaku geram sambil mengelus-elus punggungku yang sakit. Tiba-tiba saja tangan Chisa mencengkram tanganku erat-erat. "Huh? Ada apa, Chisa?"

"Lu-luna, lihat..." bisiknya ketakutan sambil menunjuk ke sekeliling. Sekelompok Baltoy dan Claydol tengah mengepung kami dalam lingkaran yang mereka bentuk. Aku menelan ludah. Para Baltoy terlihat sibuk berputar-putar sendiri di atas 'kaki'-nya sambil mengeluarkan suara yang membuat bulu kuduk berdiri. Sementara para Claydol menatap tajam padaku dan Chisa, mata-mata mereka yang berwarna merah jambu terbuka lebar dan menyala terang.

"Me-mereka mau apa?" tanya Chisa. Wajahnya terlihat lebih tenang, tapi suaranya masih sedikit menyiratkan ketakutan. Sebelah tangannya sudah berada di dalam tas selempangnya, bersiap melemparkan Pokeball.

"Entahlah, tapi yang aku tahu, Claydol umumnya tidak suka manusia modern. Mungkin itu yang membuat mereka ingin menyerang kita?" balasku. "Mungkin..." sahut Chisa. "Tapi... kenapa mereka mengepung kita begini? Rasanya... ada yang menyeramkan..."

Aku hanya bisa menghela napas. Aku sendiri juga dibuatnya takut, sih. Kuangsurkan tanganku ke dalam tasku, bersiap mengeluarkan Pokeball.

Dia yang akan mengabulkan setiap keinginan akan bangun dari tidur panjangnya... Tinggalkan tempat ini, segera...

Aku tersentak. Suara siapa itu?! 

No comments:

Post a Comment