Selamat Datang di blog ini!!
Ini adalah blog yang berisi fanfiction dan beberapa pengalamanku seputar dunia Pokemon.
Enjoy your stay, and don't forget to link back!!


Tuesday, May 31, 2011

Bagian 38 - Anak Kucing...

Dari gerbang utara kota Slateport, aku melintasi kota Mauville untuk kemudian langsung menuju Verdanturf. Tidak perlu waktu lama bagiku untuk mencapai tempat itu. Kota itu sangat asri, penuh dengan bunga-bunga dan pepohonan rindang yang meneduhi jalan. Rumah-rumahnya kebanyakan terbuat dari kayu, dengan pohon Berry berwarna-warni tumbuh di pekarangannya. Orang-orang saling menyapa begitu berpapasan di jalan. Benar-benar kota yang indah!
Aku celingukan mencari tempat Kontes Pokemon. Yup, itulah tujuanku datang ke mari. Untuk menonton Kontes secara langsung! Kuputuskan untuk bertanya pada seorang wanita uzur yang kebetulan melintas. “Permisi, Nek, tempat Kontes Pokemon di mana ya?”
Nenek yang kutanyai menoleh. “Gedung Kontes? Aah, sayang sekali, Nak! Di kota ini sudah tidak ada Kontes Pokemon lagi!” jawabnya. Aku mengerutkan dahi. Hah? Nggak ada Kontes lagi? “Yang benar, Nek?”
Nenek itu mengangguk. “Ya, beberapa waktu yang lalu pengelolanya memutuskan untuk menggantinya dengan... uhh, apa ya namanya...” gumam nenek itu sambil berpikir. “Oh ya! Tenda Pertarungan! Ya, ya, itu namanya... lihat, itu tempatnya...”
Nenek itu menunjuk ke arah sebuah bangunan yang menyerupai kubah. Lebih kerucut sedikit dibanding kubah. Warnanya merah dan dipenuhi dengan jendela-jendela besar. Beberapa orang dengan Pokemonnya hilir-mudik masuk dan keluar dari gedung itu.
“Ah... baiklah , terima kasih infonya, Nek!” ucapku sebelum nenek itu berlalu. Aku mendesah. Berarti sekarang yang harus kulakukan hanyalah menyelesaikan tugasku...
Aku melangkah ke arah Rute 117, kembali ke Kota Mauville. Moe, Sora dan Rift asyik ribut sendiri, sepertinya mereka juga kecewa karena tak jadi menonton kontes. Tiba-tiba pandangan mataku tertumbuk pada seorang gadis berambut pendek dan berkacamata yang sedang bersama 3 Pokemonnya: Aron, Skitty dan Torchic.
“Blazzy! Keluarkan jurus Lingkaran Api!” seru gadis itu. BLARR!! Seketika lingkaran api yang cukup besar muncul di sekeliling Torchic-nya. Agak aneh menurutku, karena biasanya jurus Lingkaran Api itu ditujukan untuk musuh, bukan untuk diri sendiri. “Mach! Sekarang munculkan batu-batuan dari bawah lingkaran api itu!” gadis itu kembali memberi instruksi. Bum bum! Aron kecil itu menghentakkan kakinya ke tanah. Bongkahan batu-batu berukuran sedang muncul dari bawah api yang dibuat Torchic dan melayang berputar-putar di atas lingkaran api tersebut. Sementara bebatuan-bebatuan itu sendiri terselimuti api, sehingga kini terlihat seolah ada lingkaran api melayang di udara.
“Nah, sentuhan terakhir! Idea, hempaskan semuanya dengan Ekor Besi!” perintah si gadis. Skitty melompat, ekornya bersinar keperakan. Dengan ekornya yang besar itu, ia mulai memukul batu-batu api yang sedang berputar di udara sehingga batu-batu itu terlempar ke mana-mana. Percikan bunga api muncul seiring dengan terempasnya batu-batu itu ke tanah. Mengagumkan juga, pikirku.
“Waaah! Kalian sudah membuat kemajuan yang bagus!” gadis itu memuji Pokemon-Pokemonnya. Aku, masih lekat memperhatikan gadis itu. Tiba-tiba, tanpa sengaja kami berpandangan.
“Uuh... ada yang bisa kubantu?” tanya gadis itu keheranan. Aku menggeleng dengan kikuk. “Oh, tidak, tidak... aku cuma terkesan dengan gerakan yang dilakukan Pokemonmu,” jawabku jujur. Gadis itu tersenyum. “Sungguh? Kau suka?”
Aku mengangguk. “Ya, itu keren sekali. Untuk apa?” tanyaku sambil menghampiri gadis itu. “Untuk kontes, tentu saja! Kamu nggak pernah lihat kontes?” ia bertanya balik. Aku menggeleng. “Emm, bukannya Kontes sudah dialihfungsikan, ya?” tanyaku bingung. “Iya, di beberapa kota, Kontes sudah berubah jadi Tenda Pertarungan. Tapi di kota Lilycove, Kontes Pokemon masih dilaksanakan,” jelas gadis itu. “Makanya, aku mau ke sana!”
“Ohh...” gumamku. Kemudian aku hanya diam, memperhatikan gadis itu yang memberikan beberapa Pokeblock berwarna biru kepada Torchic-nya. Pokemon berwarna oranye itu memakannya dengan lahap. Begitu pula dengan Aron dan Skitty, masing-masing ia berikan Pokeblock berwarna kuning dan merah jambu.
“Oh iya! Kita belum kenalan. Namaku Chisa!” kata gadis itu seraya bangkit dan mengulurkan tangannya. Aku pun menjabat tangannya itu. “Namaku Luna, senang bertemu denganmu, Chisa,”
Chisa tersenyum senang. “Kamu tinggal di mana? Rasanya aku nggak pernah melihatmu di sekitar sini.”
“Oh, aku dari Kota Fuschia di Kanto. Aku datang ke sini untuk...” aku diam sesaat, mempertimbangkan apakah aku akan memberitahukan soal identitasku sebagai Ranger kepada gadis yang baru kukenal ini. Spenser memang menyarankanku untuk merahasiakan identitasku pada orang-orang yang tidak terlibat dalam misiku, alasannya apa lagi kalau bukan untuk mencegah Ranger Bayangan melakukan hal yang dapat membahayakanku.
Melihatku tidak menjawab, Chisa memiringkan kepalanya. “Hee? Untuk apa?” desaknya kalem. “Oh, oh, itu... aku ke sini cuma untuk berpetualang. Yah, begitulah!” jawabku sekenanya sambil cengengesan. Chisa mengangguk-angguk mengerti. “Berpetualang? Keren! Bisa bertemu dengan banyak Pokemon... wah, aku iri deh sama kamu, Luna!” katanya dengan mata berbinar-binar.
“O-ooh...” jawabku tergagap. Kemudian, Chisa memukulkan tangannya ke telapak tangannya yang lain, seolah baru mendapat sebuah ide. “Ah! Jadi kau sedang berpetualang, ‘kan? Bagaimana kalau...” kalimatnya jeda sebentar. “...bagaimana kalau aku ikut denganmu?”
Aku tersentak. Hah? Ikut? Denganku? “Uh... i-ikut? Nggak salah, tuh?” tanyaku bingung. Chisa mengangguk mantap. “Iya! Soalnya, Lilycove kan jauh sekali... Kalau kita berpetualang berdua, aku rasa semuanya akan baik-baik saja!” ujar Chisa dengan pede. Aku menggaruk kepalaku. Wah, sial, bagaimana ini? Masalahnya aku ‘kan sedang dalam misi. Bukan sekadar jalan-jalan. Lagipula, bagaimana nanti kalau Ranger Bayangan malah mencelakakan dirinya...?
“Bagaimana, Luna? Boleh ‘kan?” tanya gadis itu memelas. Aku hanya bisa ber-‘err’ dengan bingung. Chisa kembali memasang tampang memelas. Duh, ia benar-benar mirip seekor anak kucing! “Tunggu... sepertinya itu bukan ide yang baik...”
“Tapi kenapa?” ia bertanya. “Aku nggak bakal nyusahin, kok! Aku bisa bertarung! Juga--” Aku buru-buru menyuruhnya diam. “Bu-bukan itu maksudku, tapi...” Aku kembali garuk-garuk kepala. Bagaimana caranya menjelaskan pada gadis ini kalau berpetualang denganku ini bahaya? Kulirik sedikit penampilannya. Jujur saja, di mataku ia terlihat seperti... anak rumahan... ya, semacam itu. Pokoknya seperti tipe orang-orang yang takkan bertahan lama di dunia luar. Aku mendesah. “Kau tahu... dunia luar itu keras... tidak cocok untukmu...”
“Aku bisa, kok!” kali ini Chisa berkeras. “Sudah kubilang kan, aku nggak bakal nyusahin... Aku janji!” pintanya lagi. Aku garuk-garuk kepala untuk kesekian kali. Anak ini keras kepala sekali, pikirku kesal. Aku tak ingin membahayakannya, tapi di sisi lain, susah sekali menolak permintaannya. Akhirnya, aku menarik napas panjang, lalu menghembuskannya.
“Baiklah... kamu boleh ikut...”
Seketika Chisa melompat senang. “Yaaay!! Asyiik!” serunya kegirangan. Aku hanya tersenyum simpul melihat tingkahnya. Ah, anak satu ini memang lucu sekali. “Baiklah, baiklah, tenang...” kataku padanya. “Jadi, kita berangkat besok, oke? Ini sudah sore, aku mau kembali ke Pokemon Center di Mauville. Temui aku besok pagi di sana,” pesanku. Chisa mengangguk, wajahnya bersemangat. “Dan... ada satu peraturan yang harus kamu lakukan kalau ingin berpetualang denganku.”
“Apa itu?”
“Kau harus mendengarkan dan melakukan apapun yang aku suruh, meskipun itu berarti kau harus meninggalkanku dalam keadaan bahaya,” ujarku dengan nada rendah. Wajah Chisa terlihat sedikit bingung, namun ia tetap mengangguk. Aku pun beranjak berjalan menuju Mauville. “Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa besok, Chisa!”
Gadis itu tersenyum, tersenyum dengan manis sekali sambil melambaikan tangannya padaku. “Ya, sampai besok, Luna!”

No comments:

Post a Comment